Pada akhir pekan lalu pemerintah baru saja menaikkan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Solar, serta non-subsidi Pertamax. Sebelumnya per 1 September 2022 pemerintah telah menurunkan harga BBM non-subsidi Pertamax Turbo, Dexlite, dan PertaminaDex.
Turunnya harga BBM non-subsidi sejalan dengan harga minyak dunia yang tengah dalam tren menurun. Saat ini harga minyak mentah Brent semakin mendekati US$ 90 per barel, tepatnya di level US$ 91,56. Sedangkan West Texas Intermediate, bergerak di US$ 85 per barel.
Sebaliknya, pemerintah menurunkan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Solar di tengah turunnya harga minyak sebagai langkah untuk menurunkan beban subsidi dan kompensasi energi. Sama halnya dengan langkah menaikkan harga Pertamax.
Meski termasuk jenis BBM umum (JBU) yang tak mendapat subsidi atau kompensasi, Pertamina menjual Pertamax jauh di bawah harga keekonomiannya.
Secara historis, belanja subsidi energi Indonesia telah melampaui Rp 100 triliun sejak 2018. Itu belum termasuk kompensasi untuk menjaga harga BBM di bawah keekonomiannya. Simak databoks berikut:
Tahun ini, beban subsidi dan kompensasi energi diperkirakan membengkak menjadi Rp 649 triliun, dengan kenaikan harga BBM bersubsidi dan Pertamax.
Nilai tersebut jauh di atas perkirakaan sebelumnya Rp 502,4 triliun. Tanpa kenaikan harga Pertalite, Solar, dan Pertamax, menurut kalkulasi Kementerian Keuangan, subsidi dan kompensasi energi diperkirakan mendekati angka Rp 700 triliun, tepatnya Rp 698 triliun.
Subsidi dan kompensasi energi terus meningkat sejalan dengan konsumsi. Sementara indonesia harus mengimpor lebih dari separuh kebutuhan tersebut karena produksi minyak mentah nasional yang terus menyusut. Indonesia telah menjadi net importer minyak sejak 2003.
Tingginya harga minyak saat ini membuat beban impor minyak ikut melambung, yang diikuti dengan beban subsidi dan kompensasi BBM yang melambung.
Tentu saja Indonesia bukan satu-satunya negara yang memberikan subsidi BBM kepada warganya. Namun menurut data International Energy Agency (IEA) tahun 2020, dari 10 negara pemberi subsidi BBM terbesar di dunia, Indonesia satu-satunya negara yang bukan produsen dan eksportir minyak.
Adapun Indonesia berada pada urutan keenam negara pemberi subsidi BBM terbesar di dunia. Di atas Indonesia ada Iran, Libya, Aljazair, Venezuela, dan Arab Saudi di posisi puncak. Kelima negara tersebut merupakan negara produsen dan eksportir utama minyak dunia. Meski saat ini minyak Iran dan Venezuela diembargo dari pasar oleh Amerika Serikat (AS).
Mengutip data globalpetrolprice.com, per 5 September 2022, dengan kenaikan baru-baru ini, harga BBM di Indonesia kini lebih mahal dibandingkan harga BBM di Amerika Serikat (AS), dan hanya sedikit lebih murah dibandingkan Jepang.
Berikut daftar negara dengan rata-rata harga BBM (gasoline atau bensin) yang relatif sama dengan Indonesia. Data harga dalam dolar AS per liter yang telah dikonversi ke rupiah dengan asumsi kurs Rp 14.900 per dolar.
- Turkiye: Rp 15.823,8
- Uni Emirat Arab: Rp 15.898,3
- Vietnam: Rp 16.002,6
- Amerika Serikat: Rp 16.136,7
- Puerto Rico: Rp 16.613,5
- Pantai Gading: Rp 16.668
- Uzbekistan: Rp 16.807,2
- El Salvador: Rp 16.971,1
- Burkina Faso dan Panama: Rp 17.015,8
- Indonesia: Rp 17.328,7
- Jepang dan Suriah: Rp 17.418,1
- Guatemala: Rp 17.522,4
- Meksiko: Rp 17.745,9
- Ghana: Rp 17.790,6
- Australia: Rp 18.237,6