BPH Migas Ramal Konsumsi BBM Bersubsidi Naik hingga 10% pada 2023

ANTARA FOTO/Didik Suhartono/aww.
Pengendara motor antre membeli bahan bakar minyak (BBM) pertalite di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (31/8/2022).
29/12/2022, 16.34 WIB

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memproyeksikan bahwa konsumsi BBM bersubsidi Pertalite naik hingga 6-10% pada 2023 dari alokasi kuota tahun ini.

Hal tersebut menyusul pulihnya kegiatan ekonomi masyarakat dari beragam sektor seiring pandemi Covid-19 yang menjadi endemi di dalam negeri. Sehingga, peningkatan serapan Pertalite dapat mencapai 1,79-2,99 juta kilo liter (KL) dan solar 1,42-1,78 juta KL.

Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman, menyampaikan bahwa perkiraan lonjakan penyerapan Pertalite di tahun depan timbul dari hitung-hitungan asumsi pertumbuhan ekonomi dan realisasi konsumsi tahun ini.

BPH Migas pun mencatat penyaluran BBM bersubsidi Pertalite dan Solar sudah mencapai 89% dari total kuota yang disediakan pemerintah secara tahunan.

Adapun penyaluran kuota BBM Pertalite sampai 30 November telah terserap 26,90 juta kilo liter (KL) atau 89,94% dari kuota 29,91 juta KL. Sedangkan untuk BBM Solar telah tersalurkan 16,02 juta KL atau 89,85% dari total kuota 17,83 juta KL. Dengan demikian, sisa kuota Pertalite sampai akhir tahun sejumlah 3,01 juta KL dan solar 1,81 juta KL.

Saleh menyebut, penyerapan BBM bersubsidi Pertalite dan Solar hingga penghujung akhir tahun dapat menyentuh 99% dari total alokasi kuota 2022. "Tahun depan konsumsi Pertalite diproyeksikan naik antara 6% sampai 10%. Sementara penyerapan untuk tahun ini bisa 99%," kata Saleh lewat pesan singkat WhatsApp pada Kamis (29/12).

Meski meramal konsumsi Pertalite akan melonjak di tahun depan, Saleh mengaku belum mengetahu data persis soal alokasi atau besaran kuota BBM bersubsidi Pertalite dan Solar untuk tahun 2023.

Menurutnya, besaran kuota tersebut masih dibahas di lintas kementerian dan lembaga. "Penetapan kuota Pertalite dan Solar masih didiskusikan, sebelum 31 Desember sudah harus terbit," ujar Saleh.

Apa Kabar Rencana Pembatasan Konsumsi BBM Bersubsidi?

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengganggap bahwa munculnya perkiraan lonjakan konsumsi BBM bersubsidi yang signifikan merupakan sinyal pemerintah yang kembali gagal untuk menerapkan seleksi konsumen.

Mamit mengatakan, lonjakan konsumsi BBM bersubsidi dapat ditekan apabila pemerintah segera menuntaskan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Konsumsi Pertalite dan solar seharusnya tidak akan mengalami kenaikan yang signifikan jika dibandingkan tahun ini, asalkan pengendalian distribusi tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Ini tinggal pemerintah saja mau berani komit atau tidak untuk menerbitkan revisi perpres 191," kata Mamit kepada Katadata.co.id.

Menurut Mamit, apabila pemerintah tak kunjung menerbitkan regulasi pengendalian distribusi BBM bersubsidi, kejadian penambahan kuota yang terjadi di pertengahan tahun ini akan kembali terulang pada musim depan, bahkan dapat menjadi fenomena saban tahun.

Kondisi ini dinilai tak sehat bagi keuangan negara karena harus terus membakar subsidi yang belum tentu tepat sasaran. "Jika kondisinya sama seperti saat ini, program pembatasan tidak berjalan, maka saya pastikan pemerintah akan tombok kuota yang jauh lebih besar dari yang ditetapkan pada tahun ini," ujar Mamit.

Mamit menegaskan pemerintah jangan terus terlena dengan perolehan keuntungan tak terduga atau windfall di sektor hulu migas tanah air yang disebut masih bakal berlangsung hingga tahun depan.

Dia mengatakan, kondisi ekonomi domestik yang mulai pulih seiring meredanya Pandemi Covid-19 merupakan momentum untuk menerapkan kebijakan pengendalian distribusi Pertalite dan solar.

"Tahun kemarin pemerintah lebih pilih tambah kuota daripada menerapkan pengendalian distribusi karena kita baru pulih dari pandemi, dimana daya beli masyakarat masih belum maksimal dan perekonomian masyarakat baru berkembang," ujar Mamit.

"Tahun depan revisi perpres 191 harus segera diterbitkan, kalau tidak problem ini tak akan selesai dan terus mundur," imbuh Mamit.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu