Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana menyetop ekspor konsentrat tembaga pada pertengahan 2023. Hal ini dilakukan demi mengulang kesuksesan hilirisasi nikel yang mampu meningkatkan nilai ekspornya hingga berkali-kali lipat.
Kendati demikian, kebijakan larangan ekspor tembaga dinilai terlalu terburu-buru di tengah kondisi infrastruktur pabrik pengolahan mineral (smelter) yang belum optimal. Tingkat volume produksi konsentrat tembaga di dalam negeri dinilai tak diimbangi oleh laju serapan domestik.
Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) mencatat produksi tahunan yang mencapai 4 juta ton per tahun tak akan bisa diserap seutuhnya akibat volume kapasitas smelter nasional hanya berada di angka 1,3 juta ton dari dua unit smelter.
Melansir catatan ESDM One Map Indonesia pada Kamis (12/1), ada empat smelter tembaga dengan status dua unit smelter eksisting dan dua smelter yang masih dalam tahap konstruksi. Adapun rincian tiap-tiap smelter sebagai berikut:
1. PT Smelting Gresik, Jawa Timur.
PT Smelting dimiliki bersama oleh Mitsubishi Materials Corporation (MMC) Jepang sebagai pemegang saham mayoritas dan BUMN PT Freeport Indonesia (PTFI). Pabrik pengolahan konsentrat tembaga ini mulai berporasi sejak 2010.
Smelter ini memiliki kapasitas produksi katoda tembaga sebesar 300 ribu ton per tahun dari input 1 juta ton konsentrat tembaga. Rencananya, kapasitas peleburan konsentrat tembaga pada smelter ini akan ditingkatkan 300 ribu ton menjadi 1,3 juta ton per tahun.
2. PT Batutua Tembaga Raya, Maluku
Smelter yang berlokasi di Pulau Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya ini telah beroperasi sejak 2014. Pabrik pengolahan ini memiliki kapasitas produksi 25 ribu ton katoda tembaga dari hasil input 1,4 juta ton konsentrat.
3. PT Amman Mineral Nusa Tenggara, NTB
Konstruksi smelter tembaga milik PT Amman Mineral di Kabupaten Sumbawa Barat diproyeksikan rampung pada akhir tahun 2024. Hingga November 2022, perkembangan konstruksi smelter mencapai 47% dengan total nilai investasi US$ 1 juta.
Nantinya smelter tembaga tersebut sanggup memproduksi katoda tembaga hingga 222 ribu ton per tahun dari proses pengolahan 900 ribu ton konsentrat. Pabrik pengolahan dan pemurnian tembaga ini dibangun di kawasan Batu Hijau, dekat dengan lokasi tambang perusahaan.
Pembangunan smelter ini molor dari target yang ditetapkan bisa beroperasi secara penuh pada Juli 2023. Keterlambatan tersebut disebabkan oleh kondisi eksternal seperti Pandemi Covid-19 dan kondisi geopolitik global yang kurang stabil.
4. PT Freeport Indonesia, Gresik - Jawa Timur
Pabrik pengolahan tembaga ini mulai dibangun sejak tahun 2019 dan diproyeksikan beroperasi pada akhir Mei 2024. Progres konstruksi smelter hingga akhir Desember 2022 telah mencapai sekitar 50% Setelah itu, secara bertahap akan dilakukan peningkatan output hingga beroperasi komersial pada akhir 2024.
Proyek pembangunan fasilitas permurnian milik PT Freeport itu berkapasitas 1,7 juta ton per tahun ini didirikan di kawasan industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik.
Kepala Divisi Hubungan Kelembagaan MIND ID, Niko Chandra menyampaikan beroperasinya smelter baru PTFI nanti, akan memungkinkan bagi PT Freeport untuk memurnikan seluruh konsentrat tembaga di dalam negeri.