Harga TBS Sawit Masih Lesu, Lebih Rendah dari Target Kemendag

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Pekerja memuat hasil perkebunan kelapa sawit di Medang Sari, Kecamatan Arut Selatan, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Jumat (19/8).
6/9/2022, 12.37 WIB

Sebagian harga tandan buah segar atau TBS sawit telah menembus harga Rp 2.000 per kilogram di beberapa provinsi. Namun demikian, harga TBS sawit secara nasional masih di bawah Rp 2.000 per kg pada akhir Agustus 2022.

Harga TBS sawit tersebut masih lebih rendah dari target Kementerian Perdagangan atau Kemendag  yaitu di atas Rp 2.000 per kg pada Agustus 2022 gagal. Pada 2 September 2022, rata-rata nasional harga TBS sawit dari kebun petani swadaya baru senilai Rp 1.789 per kg, sementara dari kebun plasma seharga Rp 1.927 per kg.

Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia atau Apkasindo mendata harga TBS dari petani swadaya yang sudah mencapai atau lebih dari Rp 2.000 per kg ada di Riau (Rp 2.400 per kg), Sumatra Utara (Rp 2.350 per kg), Sumatra Selatan (Rp 2.050 per kg), dan Jambi (Rp 2.000 per kg).

Sementara itu, TBS sawit milik petani bermitra telah dijual lebih dari Rp 2.000 per kg di Papua Barat, Kalimantan Selatan, Riau, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Bengkulu, Sumatra Barat, dan Jambi.

"Aturan penetapan harga harus diperbaiki melalui revisi Peraturan Menteri Pertanian no. 1-2018. Banyak sekali beban-beban yang ditimpakan ke harga TBS petani," kata Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung kepada Katadata.co.id, Selasa (6/9).

Gulat menjelaskan Permentan no. 1-2018 menetapkan harga TBS yang harus diterima oleh petani sawit diatur oleh Dinas Perkebunan setiap pemerintah daerah. Gulat menghitung rata-rata harga TBS yang ditetapkan oleh 22 Dinas Perkebunan adalah Rp 1.872 per Kg.

Namun demikian, Permentan tersebut hanya berlaku bagi TBS yang berasal dari kebun petani plasma. Gulat menilai hal tersebut tidak melindungi mayoritas petani sawit lantaran kontribusi petani plasma ke total petani sawit kurang dari 7%.

Selain itu, penetapan harga yang dilakukan Dinas Perkebunan dilakukan selama sebulan sekali. Gulat menilai waktu pembaruan harga TBS yang ideal adalah seminggu sekali.
 
Gulat pun mendorong agar pemerintah mengganti acuan harga yang ditetapkan Dinas Perkebunan dari hasil tender PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara atau KPBN menjadi harga referensi minyak sawit mentah atau CPO Kementerian Perdagangan. Gulat menilai harga referensi CPO Kemendag lebih menggambarkan kondisi harga TBS global dibandingkan hasil tender KPBN.

Sebagai informasi, harga referensi CPO Kemendag didasarkan kepada harga rata-rata tertimbang Cost Insurance Freight (CIF) CPO dari Rotterdam, Malaysia dan Indonesia, dengan pembobotan 20% harga dari Rotterdam, 20% harga bursa Malaysia dan 60% harga bursa Indonesia.

 Terakhir, Gulat menilai rata-rata nasional harga TBS di dalam negeri belum menembus Rp 2.000 per kg karena pabrik kelapa sawit atau PKS tidak patuh terhadap imbauan pemerintah. Selain itu, PKS memotong harga TBS saat menimbang   sawit hingga 12%.

"Misalnya, jika kami menjual TBS seharga Rp 1.000 per Kg, yang dibayar PKS hanya Rp 900 per Kg," kata Gulat.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan  mengatakan bahwa harga TBS idealnya di atas Rp 2.000 per kilogram. Harga tersebut berada di atas biaya produksi yang dikeluarkan petani sawit.

"Saya ingin harga TBS naik Rp 2.000 ke atas. Kalau di bawah Rp 2.000, rugi petani," ujar Zulhas. 

Guna menaikkan kembali harga TBS, Kementerian Perdanganan akan mempermudah ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan menaikkan besaran Domestic Market Obligation (DMO).  Dengan demikian, tidak ada lagi hambatan bagi pengusaha kelapa sawit untuk ekspor CPO.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatatkan kenaikan konsumsi minyak sawit di dalam negeri selama periode Maret 2022.

Mengutip laporan terakhir Gapki, konsumsi minyak sawit dalam negeri sepanjang bulan Maret lalu mencapai 1,5 juta ton. Tingkat konsumsi itu naik 9,4% dari konsumsi Februari 2022 yang hanya 1,37 juta ton.

Reporter: Andi M. Arief