Bos Chevron: Krisis Energi Disebabkan Kebijakan Iklim yang Prematur

nypost.com
CEO Chevron Corporation, Mike Wirth menyalahkan kebijakan iklim yang prematur sebagai penyebab krisis energi global.
Penulis: Happy Fajrian
17/10/2022, 12.35 WIB

Chief Executive Officer Chevron Corp. Mike Wirth menilai bahwa krisis energi yang melanda dunia saat ini adalah buah dari kebijakan iklim yang prematur. Krisis energi kini sangat dirasakan di Eropa dengan harga energi yang setinggi langit yang melambungkan biaya hidup.

Wirth juga mengatakan bahwa langkah pemerintah negara Barat untuk menggandakan kebijakan energi hijau semakin memperburuk krisis energi global karena menyebabkan lebih banyak volatilitas harga energi, lebih banyak ketidakpastian, dan lebih banyak kekacauan.

“Kenyataannya, (bahan bakar fosil) adalah apa yang menjalankan dunia saat ini. Itu akan menjalankan dunia besok dan lima tahun, 10 tahun, 20 tahun dari sekarang,” ujarnya dalam sebuah wawancara dengan Financial Times, seperti dikutip dari Oilprice.com Senin (17/10).

Menurutnya masyarakat bebas memilih untuk berhenti mengemudi, atau menggunakan jasa penerbangan. Namun dia yakin tidak banyak orang yang ingin kualitas hidupnya turun.

“Saya tidak berpikir kebanyakan orang ingin mundur dalam hal kualitas hidup mereka. Produk kami memungkinkan hal itu semua,” ujarnya. Bahan bakar fosil masih mendominasi bauran energi dunia, simak pada databoks berikut:

Dia melihat transisi prematur dari bahan bakar fosil ke energi hijau, yang merupakan sebuah langkah untuk mendekarbonisasi ekonomi, telah memicu konsekuensi yang tidak diinginkan seperti masalah pasokan energi yang sudah tersebar luas di Eropa dan kini di Amerika Serikat (AS).

Wirth melanjutkan bahwa meskipun energi terbarukan, seperti angin dan surya, telah banyak diinvestasikan oleh pemerintah barat selama dua dekade terakhir untuk mendekarbonisasi jaringan, bahan bakar fosil masih memegang porsi yang besar dari pembangkitan listrik.

“Para politisi benar-benar perlu mengadakan percakapan yang jujur tentang krisis energi sebelum keadaan memburuk. Percakapan (tentang energi) di negara maju pasti telah condong ke arah iklim, menyia-nyiakan keterjangkauan dan keamanan energi yang ada saat ini,” kata dia.

Investasi Energi Fosil Menyusut, Harga Bahan Bakar Melambung

Transisi ini telah menyebabkan kurangnya investasi selama bertahun-tahun pada sektor energi fosil sehingga memicu krisis energi global jauh sebelum invasi Rusia ke Ukraina dimulai. Inilah mengapa kapasitas cadangan oleh negara-negara penghasil minyak saat ini terbatas.

“Perbedaan investasi pada bahan bakar alternatif versus bahan bakar fosil sangat dekat, dan telah menyebabkan ketidaksesuaian yang menggambarkan besarnya risiko berpindah dari sistem yang membuat dunia berfungsi secara agresif saat ini ke sistem lain, dan mematikan nuklir, mematikan batu bara, mengecilkan minyak dan gas,” tukasnya.

Komentar Wirth menyalahkan pemerintah Barat atas krisis energi dan juga harus mencakup bank-bank Wall Street, salah satunya BlackRock, perusahaan teknologi besar, elit perusahaan, dan organisasi progresif lainnya, seperti The World Economic Forum, yang telah bekerja sama untuk mendorong agenda energi hijau.

“Ini adalah dilema bagi pemerintahan yang telah memasuki kantor dengan agenda yang sangat jelas untuk mempersulit industri kami dalam memberikan energi kepada pelanggan kami,” kata Wirth.

Hal ini terbukti, bahwa setelah perang di Ukraina dan gangguan pada pasar energi global, negara-negara yang dengan cepat meningkatkan investasi dalam energi hijau dan menonaktifkan pembangkit listrik bahan bakar fosil adalah negara yang paling terpukul krisis energi. Jerman salah satu contohnya.

“Orang-orang yang mendorong energi hijau sekarang mengatakan bahwa dunia membutuhkan lebih banyak dan tidak bertanggung jawab atas gerakan dekarbonisasi yang menjadi bumerang yang telah menyebabkan hiperinflasi energi,” kata Wirth.

Komentar terbaru Wirth datang saat dia memperingatkan rumah tangga AS untuk bersiap menghadapi kenaikan harga gas alam musim dingin ini.

Dia mengaku telah memerangi orang-orang bodoh di Gedung Putih yang menyalahkan industri minyak dan gas sebagai penyebab krisis energi. “Konsekuensi yang tidak diinginkan dari dekarbonisasi ekonomi terlalu cepat adalah hiperinflasi energi,” ujarnya.