Potensi Masalah Tenaga Kerja Pasca Terbitnya PP Turunan UU Cipta Kerja

Adrian Hillman/123rf
Peraturan Pemerintah turunan Undang-undang Cipta Kerja telah diterbitkan pemerintah. Namun pekerja dan pengusaha menganggap ada potensi masalah dari ketentuan pesangon.
25/2/2021, 06.30 WIB

Adapun Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia (KASBI) berancang-ancang menolak aturan ini. Namun mereka meminta seluruh pekerja yang ingin protes menyampaikannya dengan cara dialog.

"Karena pandemi, alangkah baiknya penyampaian pendapat dilakukan dengan cara audiensi kepada pihak terkait," kata Ketua Umum KASBI Nining Elitos, Selasa (23/2) dikutip dari Antara.

Demo Buruh Tolak UU Cipta Kerja (Adi Maulana Ibrahim |Katadata)

Komite Tetap Ketenagkerjaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bob Azam mengakui, pengurangan pesangon secara drastis bisa memicu keributan. Namun, aturan tersebut dinilai sebagai bentuk kompromi agar pemberian pesangon bisa dilaksanakan secara efektif.

Di sisi lain, ketentuan tersebut bisa mengurangi beban investor yang ingin menanamkan dananya di Tanah Air. Sebab, pesangon di Indonesia terbilang cukup tinggi sehingga memberatkan perusahaan.

Sebelum UU Cipta Kerja dan aturan turunannya terbit, kewajiban pesangon sangat memberatkan perusahaan yang mengalami kerugian. Padahal, ada beberapa perusahaan yang terpaksa ditutup atau merumahkan pekerjanya akibat terdampak pandemi Covid-19.

Bob berharap aturan tersebut menjadi jalan tengah untuk meningkatkan efektivitas, meningkatkan hubungan industrial, dan mencegah perselisihan hubungan industrial. "Dengan UU Cipta Kerja, lebih cepat keputusannya dan pelindungan buruh akan lebih baik," ujar dia.

Bob juga mengakui tidak ada jaminan siapapun pekerja tak akan terkena PHK. Namun aturan ini akan mempermudah pengusaha untuk berekspansi dan menyewa karyawan/buruh. "Kalau terkena PHK, ia bisa mendapat pekerjaan baru dengan mudah," katanya.

Selanjutnya, pengusaha akan mengedepankan diskusi secara bipartit antara pengusaha dan pekerja/buruh. Perundingan ini akan menghasilkan Perjanjian Kerja Bersama yang disepakati kedua belah pihak.

Diskusi secara bipartit dinilai efektif untuk melindungi tenaga kerja serta memberikan kepastian hukum. Ia pun berharap, pemerintah, asosiasi pengusaha, dan pekerja dapat melaksanakan bimbingan teknis mengenai pembuatan Perjanjian Kerja Bersama.

Kemudahan Izin Bagi Pengusaha

Sedangkan pemerintah akan terus memudahkan pengusaha untuk berinvestasi. Dari sisi izin usaha, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan mengimplementasikan perizinan berbasis risiko secara elektronik melalui sistem Online Single Submission (OSS) pada Juli mendatang.

Seperti Ketentuan mengenai OSS berbasis risiko tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Berdasarkan aturan itu, Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) perizinan berusaha berbasis risiko dalam OSS merupakan acuan tunggal bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pelaku usaha.

Sebelum diluncurkan, BKPM akan melakukan proses uji coba pada Maret hingga Juni. Adapun sistem baru ini merupakan amanat Undang-undang Cipta Kerja. 

Bahlil mengatakan sistem OSS ini dianggap menjadi solusi untuk pengusaha karena dapat memangkas birokrasi, transparan, cepat, dan mudah. "Ini jawaban keluh kesah pengusaha yang mengatakan mengurus izin lama, ketemu sama pejabat susah, biaya mahal, sudah begitu lambat," ujar Bahlil dalam siaran virtual konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (24/2).

Proses perizinan kegiatan berusaha juga akan bergantung berdasarkan risikonya. Secara rinci, izin usaha dengan risiko rendah cukup menggunakan Nomor Induk Berusaha (NIB).  

Sementara, izin usaha risiko menengah rendah memerlukan NIB, sertifikat standar dan self declare. Izin risiko menengah tinggi memerlukan NIB, self declare, dan verifikasi. Sedangkan, risiko tinggi memerlukan NIB, izin, dan self declare.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika