SPBU Vivo akan menjual BBM Revvo 90 yang memiliki nilai oktan atau RON setara dengan Pertalite milik Pertamina. Di setiap SPBU-nya Vivo telah mencantumkan Revvo 90 pada daftar produknya namun belum mencantumkan harganya.
Sebagai informasi, SPBU BP-AKR telah lebih dulu menjual bensin RON 90 dengan merek BP 90 yang dibanderol Rp 15.320 per liter. Meski bakal dijual sesuai harga pasar atau tanpa subsidi, keberadaan Revvo 90 dinilai dapat mengurangi pendapatan Pertamina.
Di sisi lain, sejumlah kalangan juga menilai keberadaan Revvo 90 dapat membantu mengurangi beban Pertamina akibat menjual Pertalite di bawah harga keekonomian.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menyambut langkah pemerintah yang mengizinkan perusahaan swasta untuk menjual BBM RON 90. Menurut dia, tumbuhnya minat swasta untuk menjual BBM RON 90 akan mengurangi beban Pertamina dalam menjual Pertalite.
Pemerintah pernah mengatakan bahwa harga keekonomian Pertalite Rp 13.150. Itu artinya, ada selisih harga Pertalite Rp 3.150 dari harga jual eceran Rp 10.000 per liter.
"Saya mendukung Vivo jual RON 90. Gak masalah kalau nanti harga Revvo 90 itu di bawah Pertalite, sekira Rp 9.500 per liter," kata Mamit saat ditemui di Hotel Grand Kemang Jakarta pada Rabu (12/10).
Mamit pun mendorong agar Vivo meluaskan cakupan SPBU hingga wilayah luar Pulau Jawa. Hal ini diharap bisa memberikan pilihan lebih banyak ke masyarakat sekaligus mengurangi beban subsidi atau kompensasi Pertamina.
"Bisa juga Revvo 90 dijual lebih mahal dari Pertalite sekira Rp 10.500 per liter, itu juga gak masalah. Saya yakin pemerintah juga senang. Meskipun menggerus pasar Pertamina, tapi tidak akan signifikan," ujarnya.
Tak Adil Bagi Pertamina
Sikap berseberangan ditunjukan oleh Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS), Marwan Batubara. Dia menilai langkah SPBU swasta untuk menjual BBM RON 90 setara Pertalite berpotensi merebut pangsa pasar atau total penjualan Pertalite di pasar.
Skema ini dikhawatirkan merusak cross subsidy atau subsidi silang yang dilakukan pemerintah. "Ini berpotensi mengambil pangsa pasarnya Pertamina dan kemampauan subsidi silang ke komoditas lainnya turun," kata Marwan.
Lebih lanjut, langkah SPBU swasta untuk menjual BBM RON 90 dirasa menimbulkan ketidakadilan bagi Pertamina. Alasannya, distribusi BBM RON 90 milik swasta hanya berfokus pada wilayah strategis maupun perkotaan tanpa menyebarluaskannya ke wilayah pedesaan.
"Ini gak fair, karena porsi penjualan Pertalite di kota-kota itu sudah diambil sebagian oleh perusahaan swasta ini. Sementara Pertamina harus menjual Pertalite ke daerah seperi Maluku, Papua meskipun jual rugi karena biaya operasi. Dan itu kewajiban," ujarnya.
Marwan juga menyarankan pemerintah agar menarik biaya kompensasi kepada Vivo sebelum mengizinkan mereka untuk menjual Revvo 90. Tanpa adanya kebijakan tersebut, Marwan menilai langkah tersebut dapat merugikan Pertamina.
"Karena Vivo tidak bangun SPBU di daerah, maka harus bayar kompensasi ke pemerintah dan pemerintah bisa transfer ke Pertamina. Kalau tidak, saya rasa ini bukan sesuatu yang positif jika ada swasta yang dikasih kesempatan untuk jual RON 90," tutur Marwan.
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman menyebut pemerintah tak akan membatasi kuota dan peredaran BBM Revvo 90 layaknya Pertalite dan Solar yang masing-masing mendapat jatah kuota tahunan 29 juta kiloliter (KL) dan 17, 4 juta KL.
"Kalau Vivo mau jual RON 90 tentu boleh, tidak diatur kuotanya dan masuk dalam Jenis BBM Umum atau JBU yang harganya diatur masing-masing perusahaan," kata Saleh lewat pesan singkat pada Selasa (11/10).
Saleh menambahkan, meski memiliki nilai oktan yang sama dengan BBM Pertalite milik Pertamina, Revvo 90 tak akan memperoleh subsidi dari pemerintah.
"Revvo 90 bukan Jenis BBM Khusus Penugasan atau JBKP. Yang ditentukan harganya itu JBKP Pertalite," ujar Saleh. Hingga saat ini Saleh pun mengaku belum memperoleh informasi spesifik perihal harga jual Revvo 90. "Belum tahu, kan baru mau mulai ya," ujarnya menambahkan.