GoPay Gaet Bank Jago, Tren Fintech Rambah Bank Digital Akan Berlanjut

Jakub Jirsak/123rf
Ilustrasi
Penulis: Desy Setyowati
21/12/2020, 14.20 WIB

Kolaborasi itu akan memperkuat daya saing Gojek dalam berkompetisi dengan Grab yang sudah  mengantongi  lisensi bank digital di Singapura. “Menjadi awal dari cara baru dalam menawarkan layanan keuangan kepada para pengguna Gojek,” kata Co-CEO Gojek Andre Soelistyo dikutip dari siaran pers, Jumat (18/12).

Dengan memiliki, bank digital pengguna Gojek kini dapat membuka rekening Bank Jago melalui aplikasi. “Kemitraan ini merupakan pencapaian baru bagi kami dalam menyediakan berbagai solusi dari masalah sehari-hari melalui teknologi,” ujar dia.

Kerja sama itu juga memungkinkan decacorn Tanah Air ini mengembangkan model bisnis baru untuk dapat bermitra dengan lebih banyak institusi keuangan. “Kami ingin terus meningkatkan kerja sama seperti ini agar aplikasi Gojek semakin menjadi andalan masyarakat dalam memenuhi berbagai kebutuhan finansial,” katanya.

Pada tahun lalu, Akulaku merambah bank digital dengan mengakuisisi Bank Yudha Bhakti. Pada 2020, insitusi keuangan itu mulai serius menggarap layanan digital untuk menyasar milenial.

Bank Yudha Bhakti juga berganti nama menjadi Neo Commerce pada September lalu. Pada bulan yang sama, status bank ini naik menjadi Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) II.

Namun, belum semua startup fintech Indonesia, termasuk unicorn berencana masuk ke bank digital. Head of Corporate Communications OVO Harumi Supit tidak secara spesifik menjawab minat tidaknya perusahaan merambah sektor ini.

Akan tetapi, OVO mengakui bahwa ada sekitar 140 juta masyarakat Indonesia yang belum mendapatkan layanan keuangan (unbanked) maupun sudah dapat tetapi terbatas (underbanked). Selain itu, penggunaan layanan keuangan digital melonjak saat pandemi corona.

“Kami percaya bahwa para pelaku industri keuangan termasuk fintech akan terus berinovasi dan memberikan layanan terbaik, untuk mendukung upaya pemilihan ekonomi nasional,” kata Harumi kepada Katadata.co.id, Senin (30/11).

Sedangkan CEO DANA Vincent Iswara melihat institusi finansial sebagai bagian penting dari ekosistem ekonomi. “Kehadiran kami dan bank digital selalu bersifat saling mendukung dan bahu-membahu untuk mewujudkan layanan keuangan yang inklusif,” ujar dia.

Padahal, Kepala OJK Institute Agus Sugiarto menilai neobank atau layanan perbankan digital tanpa adanya kontak fisik (virtual banking) sangat menjanjikan. Alasannya, pengguna internet di Indonesia hampir 200 juta orang.

Selain itu, berdasarkan survei OJK, indeks inklusi keuangan Indonesia hanya 76,19%. “Potensinya luar biasa besar sekali," ujar Agus dalam diskusi online bertajuk ‘Traditional Bank vs Neobank’, September lalu (17/11).

Kemudian, penjualan ponsel pintar (smartphone) di Indonesia mencapai 338 juta unit tahun ini atau melebihi jumlah penduduk. Angkanya tertera pada Databoks di bawah ini:

Selama pandemi Covid-19, masyarakat juga semakin terbiasa menggunakan layanan digital. “Terakhir, potensinya besar karena belum ada neobank yang beroperasi secara resmi di Indonesia," kata Agus.

Sedangkan di Inggris, sudah ada Atom Bank dan Starling Bank. Kemudian, JUNO dan AXOS di Amerika Serikat, Volt Bank di Australia, dan Jibuan Bank di Jepang.

Google, Temasek, dan Bain and Company juga sepakat bahwa bisnis keuangan di Indonesia menggiurkan. Selain karena masifnya pengguna ponsel, ada banyak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang belum tersentuh layanan keuangan.

Berdasarkan laporan Google, Temasek, dan Bain and Company bertajuk ‘e-Conomy 2019’,  nilai dari layanan keuangan digital di Asia Tenggara diproyeksi US$ 38 miliar sampai US$ 60 miliar (Rp 554,2 triliun-Rp 875 triliun) per tahun pada 2025.  

Namun, dalam studi terbaru Google, Temasek, dan Bain and Company, nilainya bisa lebih besar pada tahun ini karena ada pandemi virus corona. Nilai transaksi (gross transaction value/GTV) pembayaran di regional diproyeksikan US$ 620 miliar pada tahun ini dan US$ 1,2 triliun di 2025.

Lalu, transaksi remitansi secara online diprediksi US$ 35 miliar pada 2025. Penyaluran pembiayaan melalui fintech lending diramal US$ 92 miliar. Kemudian, dana kelolaan investasi diproyeksi mencapai US$ 84 miliar.

Pertumbuhan bisnis fintech Asia Tenggara per kategori (e-Conomy 2020)
Halaman: