- Peringkat penjualan ponsel Huawei turun dari kedua menjadi keenam akhir tahun lalu
- Huawei dikabarkan bakal menjual dua merek ponsel premium, setelah melepas Honor
- Pengiriman gadget Huawei diprediksi melorot ke posisi tujuh pada tahun ini, di bawah Xiaomi dan OPPO
Peringkat Huawei dalam jumlah pengiriman ponsel pintar (smartphone), melorot dari posisi pertama pada kuartal II 2020 menjadi keenam akhir tahun lalu. Analis menilai, bisnis gadget perusahaan Tiongkok ini ‘babak belur’ karena sanksi dari mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Berdasarkan data Counterpoint, pengiriman ponsel Huawei turun 41% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi 33 juta pada kuartal IV 2020. Jumlahnya di bawah Xiaomi (43 juta), OPPO (34 juta), dan Vivo (33 juta).
“Jumlah pengiriman ponsel Huawei secara dramatis surut di sebagian besar pasar sebagai akibat dari sanksi AS," kata analis di Canalys Research Amber Liu laporan, dikutip dari CNBC Internasional, Kamis (28/1).
Ini pertama kalinya dalam enam tahun terakhir, peringkat Huawei di bawah posisi kelima. Padahal, perusahaan Tiongkok itu sempat memimpin pada kuartal II 2020, sebagaimana Databoks di bawah ini:
Meski begitu, Huawei masih di posisi ketiga dalam hal pengiriman ponsel sepanjang 2020.
Namun, jumlah pengiriman ponsel Huawei merosot tajam, setelah hampir dua tahun masuk daftar hitam (blacklist) terkait perdagangan AS sejak Mei 2019 lalu. Sejak saat itu, Google berulang kali mengajukan izin agar dapat bermitra dengan Huawei.
Namun, lisensi itu kedaluwarsa pada Agustus 2020 lalu. Alhasil, ponsel dan tablet Huawei yang diluncurkan setelah pertengahan Mei 2019, tidak akan didukung oleh Google Mobile Services (GMS) seperti Gmail dan YouTube.
Trump juga menambahkan 38 afiliasi semikonduktor Huawei ke dalam daftar hitam pada Agustus 2020, sehingga totalnya menjadi 152. Raksasa teknologi Tiongkok itu pun terpaksa menyetop produksi cip (chipset), termasuk prosesor andalannya Kirin sejak September tahun lalu.
Dampak dari rentetan sanksi tersebut, pengiriman ponsel Huawei melorot tajam pada kuartal akhir 2020. Berdasarkan riset Canalys, IDC, dan Counterpoint, posisi Huawei di bawah Xiaomi, OPPO, dan Vivo.
Samsung masih memimpin pasar smartphone pada tahun lalu, meski jumlah pengiriman gadgetnya turun. Sedangkan penjualan ponsel Xiaomi melesat pada 2020.
Pertumbuhan tahunan dan total pengiriman gawai Huawei, Samsung, dan Xiaomi pada tahun lalu dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
2020 | 2019 | |||
Yoy (%) | Pengiriman (juta) | Pangsa Pasar (%) | Pangsa Pasar (%) | |
Huawei (termasuk Honor) | ||||
Canalys | -22 | 188,5 | 15 | 18 |
IDC | -21,5 | 189 | 14,6 | 17,5 |
Counterpoint | -21 | 187,7 | 14 | 16 |
Samsung | ||||
Canalys | -14 | 255,6 | 20 | 22% |
IDC | -9,8 | 266,7 | 20,6 | 21,6 |
Counterpoint | -14 | 255,7 | 19 | 20 |
Xiaomi | ||||
Canalys | 19 | 149,6 | 12 | 9 |
IDC | 17,6 | 147,8 | 11,4 | 9,2 |
Counterpoint | 17 | 145,8 | 11 | 8 |
Sumber: Canalys, IDC, Counterpoint
Xiaomi memang berambisi merebut pangsa pasar Huawei yang tengah tertekan sanksi AS. Dikutip dari Nikkei Asia Review, perusahaan asal Tiongkok memesan komponen dan suku cadang hingga 240 juta unit ke pemasok untuk tahun ini. Jumlahnya jauh melebihi 2020.
Produsen smartphone asal Negeri Panda itu menargetkan bisa mengirimkan 300 juta unit pada 2021, naik dua kali lipat dibandingkan tahun lalu. Namun, Xiaomi juga masuk daftar hitam terkait keamanan di AS tiga pekan lalu, atau ketika Trump masih menjabat.
Meski begitu, Huawei tetap harus menghadapi Apple yang berhasil merebut sebagian pasarnya di Tiongkok. Ini karena perusahaan asal AS itu meluncurkan iPhone 12 yang memiliki fitur jaringan internet kelima alias 5G pada akhir tahun lalu.
Berkat varian anyar itu, pengiriman ponsel Apple naik 4% menjadi 81,8 juta pada kuartal IV 2020. Padahal total penjualan gadget secara global turun 2% pada akhir tahun lalu, berdasarkan data Canalys.
Analis di Canalys Nicole Peng menilai, pengiriman gawai Apple melonjak karena model baru iPhone 12 dan pasar Negeri Panda. "Di Tiongkok, Apple memanfaatkan peluang sempurna untuk merebut pangsa pasar Huawei di segmen kelas atas," katanya dikutip dari Reuters, Kamis (28/1).
Padahal, laporan Push Big baru-baru ini menunjukkan bahwa Huawei memimpin pasar ponsel 5G di Tiongkok sepanjang tahun lalu yakni 48,8%. Lalu diikuti oleh Vivo (16,6%), OPPO (11,2%), Apple (5,9%), Samsung (2,65), dan Xiaomi (1,8%).
Namun ternyata iPhone 12 yang merupakan 5G diterima oleh pasar Negeri Tirai Bambu pada akhir tahun lalu. Ini bisa mengancam dominasi Huawei di tengah tekanan sanksi AS.
Apalagi, Huawei sudah melepas merek Honor kepada konsorsium Shenzhen Zhixin New Information Techonology Co. Ltd pada akhir 2020 lalu. Kini, perusahaan dikabarkan bakal menjual merek ponsel premium P dan Mate.
Sumber Reuters mengatakan, Huawei sedang dalam pembicaraan tahap awal untuk menjual kedua merek ponsel premium tersebut. “Huawei berdiskusi dengan perusahaan investasi yang didukung oleh pemerintah selama beberapa bulan,” demikian kata sumber dikutip dari Reuters, Senin lalu (25/1).
Sumber mengatakan bahwa Huawei menjajaki kemungkinan menjual kedua merek tersebut secara internal, sejak September 2020 lalu. Jika ini benar-benar dilakukan, maka perusahaan bakal keluar dari bisnis ponsel premium.
Namun, Huawei belum membuat keputusan akhir mengenai hal itu. “Pembicaraan itu mungkin tidak berhasil,” demikian kata sumber.
Hal itu karena perusahaan mencoba untuk memproduksi cip dan prosesor andalannya, Kirin, yang sempat disetop sejak Septembr lalu. Berdasarkan data IDC, pengiriman ponsel Mate dan P Series bernilai US$ 39,7 miliar antara kuartal III 2019 dan kuartal III 2020.
Akan tetapi, Huawei membantah rumor akan menjual merek P dan Mate. “Kami tidak mempunyai rencana seperti itu,” kata juru bicara Huawei.
Jika keluar dari bisnis ponsel premium, Huawei berpotensi kehilangan pasar menengah atas di Tiongkok. Pada akhir tahun lalu saja, Apple masuk ke segmen ini lewat iPhone 12, dan berhasil menduduki posisi pertama pengiriman gadget terbanyak.
Upaya Huawei Bertahan di Bisnis Ponsel
Di satu sisi, Huawei melakukan berbagai cara untuk bertahan di bisnis ponsel. Raksasa teknologi Tiongkok meluncurkan sistem operasi atau operating system (OS) pesaing Android, Harmony OS 2.0 versi beta pada bulan lalu (16/12).
Itu dilakukan karena gawai Huawei tak lagi didukung oleh Android milik Google, karena sanksi AS. Perusahaan juga membangun toko aplikasi sendiri yang disebut AppGalery sejak 2011, yang menjadi pesaing Google Play Store dan AppStore.
Lalu, mengembangkan platform ekosistem Huawei Mobile Services (HMS) sebagai pesaing Google Mobile Services (GMS). Kemudian, meluncurkan aplikasi sendiri seperti Huawei Video dan Huawei Music.
Namun, lembaga riset TrendForce memperkirakan bahwa pangsa pasar akan terus melorot pada tahun ini. Mereka memprediksi produksi gawai Huawei turun dari 170 juta pada 2020 menjadi 45 juta tahun ini.
Penurunan produksi itu karena Huawei kesulitan mendapatkan bahan baku, salah satunya cip.
Sedangkan Huawei mengatakan, perusahaan selalu berkomitmen pada inovasi dan berfokus menciptakan nilai lebih bagi konsumen. Ini menanggapi peringkatnya yang turun ke posisi enam pada kuartal IV 2020.
“Selama setahun terakhir, bisnis smartphone kami berkembang pesat. Tablet, PC, dan perangkat lain juga tumbuh signifikan. Kami tetap yakin akan masa depan,” kata Huawei dalam pernyataan resmi, dikutip dari CNBC Internasional, Kamis (28/1).
Huawei Beralih ke Cloud dan AI
Raksasa teknologi itu pun merombak struktur manajemen dan menunjuk kepala bisnis consumer Richard Yu untuk merangkap jabatan. Sumber CNBC Internasional yang mengetahui masalah itu mengatakan, Yu kini memimpin lini bisnis consumer, cloud, dan AI.
Yu ditugaskan untuk memutuskan masa depan bisnis smartphone, sekaligus menjadikan Huawei sebagai raksasa cloud dan AI. "Akan ada sinergi yang lebih besar antara smartphone, cloud dan AI," kata sumber dikutip dari CNBC Internasional, Rabu lalu (27/1).
Perusahaan menunjuk Yu karena dianggap berhasil menjadikan Huawei sebagai salah satu vendor smartphone teratas dari segi penjualan secara global. "Ia memiliki rekam jejak yang terbukti di Huawei dari berbagai pos," kata sumber.
Pada akhir tahun lalu, pendiri Huawei Ren Zhengfei mengatakan kepada para staf bahwa cloud akan menjadi prioritas perusahaaan pada 2021. Namun, ini bukan untuk menyaingi Alibaba, Microsoft maupun Amazon. Sebab, pangsa pasar perusahaan di lini bisnis masih kecil.
Ren mengatakan, Huawei perlu mengurangi medan pertempuran dengan perusahaan yang sudah mapan di bisnis cloud seperti Alibaba dan Amazon. "Tidak mungkin bagi kami mengikuti jalur yang sama seperti keduanya. Mereka memiliki akses atas uang tak terbatas di pasar saham AS," kata dia dikutip dari South China Morning Post, empat pekan lalu (3/1).
Sedangkan untuk lini bisnis AI, Huawei telah mengembangkan teknologi identifikasi wajah. Pengembangan mengacu pada keperluan umum berdasarkan standar industri.
Ren mengatakan, Huawei berfokus pada cloud dan AI untuk mengurangi tekanan sanksi AS.