Memulai aktivitas sejak pagi hari sebagai pengemudi ojek online selama 15 jam, Kiswanto meraup Rp 11,3 juta selama September. Mitra Gojek ini bekerja enam hari dalam sepekan.
Ia bercerita sempat bekerja sebagai asisten manajer di salah satu restoran dengan gaji Rp 4 juta per bulan. Namun pesanan sepi selama pandemi corona.
Kiswanto pun memilih untuk mengandalkan pekerjaan sebagai pengemudi ojek online sepenuhnya dan keluar dari restoran saat pandemi Covid-19. Ia bergabung dengan Gojek sejak 2017.
Pendapatannya sebagai ojek online tak menentu. Rerata sekitar Rp 6 juta – Rp 9 juta per bulan. “Tapi bulan lalu sampai Rp 11,3 juta (termasuk tip dari konsumen),” kata Kiswanto sembari menunjukkan tabel penghasilannya di ponsel kepada Katadata.co.id, Senin (10/10).
Selama perjalanan dari Jakarta Barat ke Jakarta Selatan, ia bercerita bahwa penghasilan dua digit itu diperoleh berkat bekerja selama 15 jam per hari. Dia memilih untuk libur pada Minggu.
Dia juga membagikan resep untuk mendapatkan penghasilan Rp 11 juta per bulan. Jika mengandalkan pesan-antar makanan atau GoFood, dia bisa memperoleh Rp 200 ribu – Rp 300 ribu per hari.
“Tetapi motor awet,” ujar dia. Ia juga tidak memerinci jumlah order yang ia ambil untuk mendapatkan penghasilan harian dari GoFood itu.
Apabila memilih untuk menerima order pengantaran barang atau GoSend saja, bisa memperoleh Rp 400 ribu per hari. Tetapi ada beberapa risiko yang ia hadapi, seperti ukuran dan berat barang yang sebetulnya tidak bisa diangkut menggunakan motor.
“Biasanya saya tolak seperti itu. Tetapi ya berpengaruh ke performa,” tambah dia.
Sedangkan jika memilih pesanan pengantaran penumpang atau GoRide, dia bisa memperoleh Rp 600 ribu per hari. “Tetapi motor cepat rusak,” kata dia.
Meski begitu, ia tetap memilih layanan GoRide. Alasannya, tidak perlu menunggu makanan dibuat seperti di GoFood atau lama mencari alamat pengirim seperti di GoSend.
Selain itu, ada faktor seperti kapasitas memori gawai, kecepatan dan cakupan internet hingga lokasi pengemudi ojek online. Faktor-faktor ini dapat menentukan jumlah order yang bisa diterima oleh driver.
Seiring dengan besarnya pendapatan ia yang terima, pengeluaran juga meningkat. Ia menghitung, jika dia mengandalkan order GoFood, pengeluaran untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) sekitar Rp 20 ribu – Rp 30 ribu.
Sebab, dia hanya perlu menunggu di sekitar mal untuk mendapatkan pesanan. Lalu mengantarkannya ke konsumen.
Bila dia mengandalkan order GoSend, pengeluaran untuk BBM bisa sekitar Rp 40 ribu per hari. Sedangkan jika Kiswanto memilih GoRide, biaya untuk bahan bakar bisa mencapai Rp 70 ribu per hari.
“Sebelum harga BBM naik bisa Rp 40 ribu per hari,” ujar dia. Ia pun tetap memilih pertalite dari Pertamina, meski banyak yang beralih ke Vivo. “Karena SPBU-nya banyak," tambahnya.
Selain itu, pengeluaran untuk perawatan kendaraan bisa mencapai Rp 50 ribu per minggu.
Dengan begitu, pengeluaran Kiswanto untuk BBM sekitar Rp 1,4 juta per bulan dengan perhitungan Rp 70 ribu per hari. Sedangkan biaya perawatan Rp 200 ribu per bulan.
Namun ia juga tidak memerinci apakah pendapatan kotor Rp 11,2 juta itu sudah termasuk potongan biaya sewa aplikasi 15%. Jika sudah termasuk, artinya penghasilan Kiswanto setelah dikurangi BBM dan biaya perawatan sekitar Rp 9,7 juta untuk 300 jam kerja selama sepekan.
Bila belum termasuk biaya bagi hasil dengan aplikator, maka dikurangi lagi 15% atau sekitar Rp 1,68 juta. Itu artinya, penghasilan Kiswanto—sebelum dikurangi biaya makan per hari—Rp 8,02 juta selama September.
Berdasarkan survei Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), 42,85% dari 2.016 pengemudi ojek online yang disurvei, bekerja 6 – 12 jam per hari. Kiswanto bahkan bekerja selama 15 jam per hari.
Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno menilai hal itu bisa membahayakan keselamatan pengemudi ojol.
“Waktu operasi pengemudi ojek belum memperhatikan aspek kelelahan yang akan berpengaruh terhadap keselamatan,” kata Djoko dalam keterangan pers, Minggu (9/10).
Lamanya jam kerja karena pengemudi ojek online berupaya mendapatkan lebih banyak order guna memperoleh insentif. Mitra pengemudi Grab Henri Kennedy (46 tahun) misalnya, mengaku bahwa pendapatannya menurun dibandingkan beberapa tahun lalu.
“Insentif tidak ada, sulit mendapatkan order,” ujar Henri kepada Katadata.co.id, pada Agustus (12/8).
Grab memang menerapkan sistem insentif berliah. Jika pengemudi ojek online mendapatkan 100 berlian, maka akan mendapatkan Rp 10.000.
Sedangkan ia sulit untuk mendapatkan 100 berlian. “Saya bekerja 12 jam sehari hanya dapat tujuh orderan. Ini susah,” tambah dia. Total pendapatan yang diperoleh pun sekitar Rp 90 ribu.
“Dulu bisa sampai 10 kali sehari. Sekarang turun jauh. Dalam seminggu hanya 50. Dulu bahkan bisa sampai 80 atau 100,” katanya.
Bahkan, dia pernah hanya mendapatkan satu pesanan selama jam 10.00 hingga 15.00. “Masa depan pengemudi ojol tidak ada. Ini bertahan untuk hidup saja,” katanya.
Belum lagi, uang yang terima di bawah dari yang dibayarkan oleh penumpang. Hal ini karena Grab sebagai aplikator menerapkan biaya bagi hasil atau sewa aplikasi.
Henri pun mengusulkan untuk membatasi jumlah pengemudi.
Hal senada disampaikan oleh mitra pengemudi Gojek Risman (33 tahun). “Zaman Pak Nadim Makarim, masih ada bonus. Kalau tidak salah Rp 200 ribu per hari jika performa di atas 65%. Sekarang tidak ada,” katanya.