Imbas Corona, Uni Eropa Bakal Naikkan Pajak Google hingga Facebook

Katadata
Uni Eropa berencana menaikkan tarif pajak untuk perusahaan teknologi seperti Facebook, Google, dan Amazon, untuk membantu pemulihan ekonominya yang terdampak pandemi corona.
26/5/2020, 12.26 WIB

Uni Eropa (UE) menyasar raksasa teknologi dari Silicon Valley, Amerika Serikat (AS), mulai dari Facebook, Amazon, hingga Google untuk membayar pajak lebih besar demi membantu pemulihan krisis ekonomi akibat pandemi corona.

UE disebutkan bakal mengumumkan anggaran belanjanya pekan ini dan tengah mempertimbangkan beberapa sumber pendapatan baru seperti pajak tambahan dari perusahaan digital, dan pajak emisi karbon.

"Kami melihat wacana pajak barang atau jasa digital berkembang sangat pesat di Eropa," kata analis dari firma riset Eurasia Group, David Livingston dikutip dari CNBC Internasional pada Selasa (26/5).

Livingston mengatakan bahwa hal itu karena negara-negara Eropa berniat menggunakan anggaran UE untuk pemulihan dampak pandemi corona terhadap perekonomiannya. Alhasil European Commission mulai melirik potensi basis pajak yang sangat menarik dari bisnis e-commerce dan jasa digital.

(Baca: Sri Mulyani Tarik Pajak Netflix, Spotify hingga Game Online Mulai Juli)

Ada dua alasan mengapa raksasa teknologi dunia akan dipaksa membayar pajak lebih besar di masa pandemi ini. Analis industri Fitch Solution, Dexter Thillien, mengatakan bahwa salah satu alasannya yaitu perusahaan teknologi diuntungkan oleh kondisi pandemi.

"Mereka (perusahaan teknologi) akan menjadi perusahaan yang akan menghasilkan banyak uang di masa pandemi berlangsung dan setelah pandemi berakhir," kata Thillien seperti dikutip CNBC International.

Pendapatan induk usaha Google, Alphabet, pada tiga bulan pertama tahun ini mencapai US$ 41,2 miliar, naik 13% dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau secara year on year (yoy).

Sedangkan Facebook mencatatkan hampir 3 miliar pengguna bulanan pada seluruh aplikasi mereka, baik Facebook, Instagram, Messenger, atau WhatsApp. Selama pandemi, terjadi peningkatan pengguna sebesar 11% yoy setiap bulannya.

(Baca: Kominfo Dukung Sri Mulyani Pungut Pajak Zoom dan Netflix Saat Pandemi)

Uni Eropa berencana mengalokasikan tambahan pajak dari raksasa teknologi itu untuk meringankan beban ekonomi akibat krisis covid-19. The Economist Intelligence Unit (EIU) memprediksi negara-negara maju dan berkembang yang tergabung dalam G20 akan mengalami resesi pada 2020.

Negara-negara di Eropa termasuk menjadi wilayah yang paling terdampak Covid-19. Jerman, Prancis, dan Italia akan mengalami resesi sepanjang tahun ini. Pertumbuhan ekonomi Jerman dan Perancis akan terkontraksi sebesar 5%, sedangkan Italia 7%.

Pajak Digital Isu Sensitif di Dunia

Perancis dan Italia sebenarnya telah menarik pajak digital dari perusahaan teknologi pada skala nasional. Namun, di tingkat UE belum ada kesepakatan bersama terkait pajak digital. Bahkan pajak digital di Perancis telah memicu konflik dagang dengan AS.

(Baca: Google Harap Pemerintah Buat Aturan Cerdas soal Pajak Digital)

Pajak digital juga dibahas secara internasional oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), namun hingga kini belum menghasilkan kesepakatan. Terutama karena adanya ancaman dari AS bagi negara manapun yang berniat menarik pajak lebih besar dari perusahaan teknologi AS.

Tahun lalu Presiden AS Donald Trump mengatakan, "pajak digital Perancis bodoh dan perusahaan teknologi besar Amerika harus dikenakan pajak di negara asalnya".

Adapun European Commission mengungkapkan bahwa perusahaan digital saat ini membayar pajak efektif rata-rata sebesar 9,5%. Angka tersebut jauh di bawah sektor bisnis tradisional yang tarif pajaknya ada pada kisaran 23,2%.

Livingston mengatakan, negara-negara mulai mengeksplorasi pajak barang dan jasa digital sejak lama, terutama pada beberapa bulan terakhir saat terjadi pandemi. "Khususnya ketika skala pergeseran ke perdagangan digital selama beberapa bulan terakhir karena Covid-19 menjadi lebih jelas," kata dia. 

(Baca: Potensi Pajak dari Google dan Perusahaan Digital Capai Rp 27 Triliun)

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan