Bauran EBT di Pembangkit Listik PLN Capai 12,6% Hingga Agustus 2022

KESDM
Foto udara area Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Jumat (25/3/2022).
31/8/2022, 15.28 WIB

PLN melaporkan bahwa capaian bauran energi baru dan terbarukan (EBT) yang terpasang di pembangkit listrik milik perusahaan hingga Agustus 2022 telah mencapai 12,6%. Capaian ini hanya selisih tipis dari target tahun ini sebesar 12,7%.

Meski berhasil mencapai target tahun ini, Wakil Presiden Eksekutif Bidang Teknik dan Perencanaan EBT PLN, Cita Dewi, mengatakan PLN masih harus bekerja keras untuk mengejar target komposisi bauran EBT 23% pada 2025.

"Kami masih harus mengejar selisih bauran EBT pada 2025 yang mencapai 23%," kata Dewi dalam Parallel Event G20: Energy Transition Project Facilitation Day pada Rabu (31/8).

Dalam upaya menggapai komitem nol emisi karbon pada 2060, pemerintah menerbitkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030 dengan tambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 40,6 gigawatt (GW).

Rinciannya, porsi pembangkit energi baru terbarukan (EBT) ditetapkan 51,6% dan fosil 48,4%. Dari 51,6% listrik EBT PLN itu, 10,4 GW berasal dari tenaga hidro dan 3,4 GW dari pembangkit panas bumi. Kemudian ada 4,7 GW dari pembangkit solar fotovoltaik dan 2,5 GW dari sumber EBT lainnya.

Selain itu, PLN akan mengkonversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) berkapasitas 588 megawatt (MW) dengan pembangkit listrik EBT yang ditargetkan rampung pada 2026.

Rencananya, PLN akan melakukan konversi terhadap 250 megawatt (MW) PLTD menjadi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) baseload. Artinya akan ada tambahan penggunaan baterai agar pembangkit bisa menyala dan memasok listrik selama 24 jam.

Lebih lanjut, kata Dewi, PLN juga serius melangkah ke pemanfaatan biomassa sebagai campuran bahan bakar batu bara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Praktik ini kerap disebut sebagai Co-Firing. "Kami harapkan praktik Co-Firing bisa berkontribusi untuk 3% bahan bakar pengganti batu bara pada tahun 2025," ujar Dewi.

Sebelumnya Indonesia baru memanfaatkan 2,5% atau 10,4 Giga Watt (GW) dari total potensi energi baru dan terbarukan 437,4 GW. Ada enam sumber energinya di Tanah Air yakni gelombang laut, panas bumi, bioenergi, angin, air dan panas matahari.

"Yang digunakan baru 10 GW dari sumber matahari dan segala macam dengan harga murah," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan saat memberikan kuliah umum di Universitas Hasanuddin, Jumat (18/8).

Dari keenam tersebut, potensi energi panas matahari atau solar merupakan yang terbesar, yakni 207,8 GW. Namun pemanfaatannya baru 0,07% atau 153,5 Mega Watt Peak (MWp). Rincian potensi energi baru dan terbarukan, serta penggunaannya di Indonesia sebagai berikut:

1. Panas matahari: Potensi 207,8 GW, baru terpakai 0,07% atau 153,5 MWp;
2. Tekanan air atau hidro: Potensi 94,6 GW, baru terpakai 6.121 MW atau 8,16%;
3. Bioenergi: Potensi 67,8 GW, baru terpakai 5,8% atau 1.905,3 MW;
4. Bayu atau angin: Potensi 60,6 GW, baru terpakai 0,25% atau 154,3 MW;
5. Panas bumi: Potensi 23,9 GW, baru terpakai 2.130,7 MW atau 8,9%;
6. Gelombang laut: Potensi 17,9 GW, belum terpakai sama sekali.

"Indonesia punya energi baru dan terbarukan itu 437,4 GW. Potensinya dari geothermal, angin, laut, macam-macam. Ini besar sekali angkanya," ujar Luhut.

Guna mempercepat penerapan energi baru dan terbarukan di Tanah Air, Luhut mengatakan pemerintah akan terus membuka keran investasi dari domestik maupun luar negeri dengan menerapkan sejumlah persyaratan bagi investor asing.

Adapun syarat-syarat tersebut yakni kewajiban transfer teknologi oleh investor kepada pemerintah , ketetapan untuk memakai tenaga kerja Indonesia sebanyak mungkin secara bertahap dan mematuhi skema business to business atau B2B.

Hal itu agar Indonesia tidak terjebak dalam praktik perangkap utang atau debt trap. "Kami tidak mau terjebak perangkap utang. Para investor harus mematuhi itu," ujar Luhut.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu