Uni Eropa (UE) tengah menyiapkan aturan yang akan memaksa industri bahan bakar fosil membantu pendanaan upaya memerangi perubahan iklim di negara-negara miskin berdasarkan target PBB.
Konferensi iklim PBB tahun ini, yang akan digelar di Baku, Azerbaijan, pada November, menjadi tenggat waktu bagi negara-negara maju untuk menyepakati mengenai berapa banyak negara-negara maju dan kaya harus membayar negara miskin yang terdampak paling parah dari perubahan iklim.
Dengan terus meningkatnya kerugian akibat gelombang panas, kekeringan, dan kenaikan permukaan air laut, target pendanaan iklim yang baru diperkirakan akan jauh lebih besar dibandingkan komitmen negara-negara kaya yang sudah ada saat ini yakni sebesar US$ 100 miliar per tahun.
Rancangan pernyataan untuk pertemuan para menteri luar negeri UE akhir bulan ini menunjukkan bahwa blok beranggotakan 27 negara tersebut akan berpendapat bahwa sektor minyak dan gas juga harus memberikan kontribusi.
Rancangan pernyataan UE, yang menetapkan prioritas blok tersebut untuk diplomasi iklim tahun ini, dapat berubah sebelum para menteri luar negeri mengadopsinya pada akhir bulan ini.
“Menyadari bahwa pendanaan publik saja tidak dapat menyediakan jumlah yang diperlukan untuk tujuan baru, sumber pendanaan tambahan, baru dan inovatif dari berbagai sumber, termasuk dari sektor bahan bakar fosil, harus diidentifikasi dan dimanfaatkan,” tulis rancangan pernyataan tersebut seperti dikutip Reuters, Selasa (5/3).
Negara-negara harus memutuskan di Baku apakah tujuan pendanaan iklim baru ini hanya akan mencakup pendanaan publik, atau juga melibatkan sektor swasta dan lembaga internasional, untuk mencoba memenuhi kebutuhan negara-negara berkembang yang berkembang pesat.
OECD mengatakan kebutuhan aktual investasi iklim di negara-negara miskin bisa mencapai US$ 1 triliun per tahun pada 2025.
Kepala kebijakan iklim UE Wopke Hoekstra mengatakan dia akan mencoba menggalang dukungan terhadap pajak bahan bakar fosil internasional. Namun jalan menuju perjanjian semacam itu masih terjal, mengingat diperlukannya dukungan luas untuk tindakan global.
Pembicaraan di Organisasi Maritim Internasional (IMO) tahun lalu mengenai pungutan emisi CO2 untuk pelayaran ditentang oleh negara-negara termasuk di antaranya Cina. Negosiasi IMO akan dilanjutkan bulan Maret ini.
Rancangan dokumen tersebut juga menyatakan bahwa UE akan terus menuntut agar negara-negara berkembang dan negara-negara dengan emisi CO2 serta PDB per kapita tinggi, seperti Cina dan negara-negara Timur Tengah, harus membayar untuk tujuan pendanaan iklim PBB yang baru.
Beijing dengan tegas menentang hal ini dalam perundingan iklim PBB sebelumnya. Pertanyaan mengenai negara mana yang harus membayar diperkirakan akan menjadi isu inti pada KTT iklim COP29 tahun ini.