IHSG Nyaris Cetak Rekor Baru, Ini Proyeksi Analis hingga Akhir 2021

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa.
Refleksi karyawan berjalan di dekat layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (8/12/2020). Posisi itu menguat 0,23 persen atau 13,65 poin dibandingkan Senin (7/12/2020) kemarin.
15/10/2021, 19.12 WIB

Indeks harga saham gabungan alias IHSG ditutup naik tipis 0,1% ke level 6.633 pada perdagangan Jumat (15/10). Capaian tersebut cenderung lesu, karena pelaku pasar berharap indeks hari ini bisa tembus rekor 6.689 pada 19 Februari 2018 lalu. 

Sebenarnya IHSG akhir pekan ini (15/10) hampir menembus rekor 2018, karena sempat naik ke level 6.680 saat pembukaan perdagangan 09.00 WIB. Sayangnya, IHSG langsung merosot ke level 6.573 dan berlanjut di zona merah sepanjang hari, sebelum akhirnya ditutup menguat tipis di perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI).

Analis Artha Sekuritas Indonesia Dennies Christoper Jordan mengatakan, IHSG mampu menguat terbatas, didongkrak oleh indeks global. Penguatan pada indeks global disebabkan adanya rebound ekonomi secara global di tengah situasi pandemi Covid-19.

Di kawasan Asia, ada Nikkei 225 Index di Jepang yang ditutup naik 1,81%. Lalu, Hang Seng Index di Hong Kong dan Shanghai Composite Index di Tiongkok ditutup naik masing-masing 1,48% dan 0,4%. Straits Times Index di Singapura ditutup naik 0,29%.

Sementara, bursa Wall Street di Amerika Serikat pada perdagangan kemarin, kompak ditutup naik signifikan. Seperti Dow Jones yang ditutup menguat 1,56%, S&P 500 Index naik 1,71%, dan Nasdaq yang menguat 1,73%.

"Selain itu, kenaikan IHSG hari ini didukung investor asing yang mencatatkan net buy hingga Rp 1,5 triliun," kata Dennies dalam riset tertulisnya, Jumat (15/10) sore.

Berdasarkan catatan RTI Infokom, saham yang dibeli investor asing dengan nilai beli bersih tertinggi adalah PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI). Sahamnya diborong asing hingga Rp 734,5 miliar di pasar reguler dan membuat harga sahamnya ditutup naik 1,6% ke Rp 4.320 per saham.

Hari ini total saham yang diperdagangkan sebanyak 21,8 miliar unit saham dengan frekuensi sebanyak 1,31 juta kali. Nilai transaksi hari ini mencapai Rp 17,63 triliun. Ada 244 saham yang naik, 258 saham turun, dan 163 saham stagnan.

Andalkan Asing Dongkrak IHSG

Sepanjang Oktober 2021, indeks pasar saham Tanah Air mampu menguat 5,5% ke level 6.633 per Jumat (15/10). Level ini semakin mendekati rekor tertinggi sepanjang masa di level 6.689. 

Analis Bahana Sekuritas M. Wafi menilai peluang IHSG untuk bisa menembus level tertinggi pada perdagangan hingga akhir tahun ini bisa terwujud. Secara teknikal, Wafi mengatakan level resistance IHSG berada di area 6.750-6.850 hingga akhir tahun.

Secara fundamental, salah satu penopang kenaikan indeks hingga akhir tahun berasal dari modal yang terus mengalir masuk ke dalam negeri. Wafi menilai, masih ada potensi investor asing masuk ke dalam negeri hingga akhir tahun ini.

Tahun lalu, asing melakukan aksi jual efek dengan nilai bersih Rp 61 triliun. Sementara, sejak awal tahun ini, nilainya cenderung asing cenderung melakukan aksi beli dengan nilai bersih Rp 37 triliun di pasar reguler. Dengan begitu, masih ada potensi arus modal yang masuk sekitar Rp 30 triliun lagi dari investor asing.

"Secara fundamental, performa IHSG masih relatif lebih murah dari indeks regional dan negara berkembang lainnya," kata Wafi kepada Katadata.co.id, Jumat (15/10).

Terkait arus modal dari investor asing dan institusi, dia memprediksi saham-saham bluechip akan menjadi pilihan pelaku pasar. "Value stocks akan lebih diburu dibanding growth stocks, walaupun pada akhirnya growth stock akan ikut naik karena seluruh indeks mengalami kenaikan," ujarnya.

Di sisi lain, Senior Vice President Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial menilai IHSG hingga akhir tahun hanya berkisar di level 6.500-6.600 karena indeks saat ini belum memasukan faktor koreksi akibat  pengetatan stimulus moneter (tapering off) oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed.

Dia memperkirakan pengetatan kebijakan The Fed mulai berlaku pertengahan November 2021. Risalah rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), menyatakan kalau The Fed hampir mencapai target ekonominya yang menjadi indikator untuk memulai tapering.

"Ada kemungkinan IHSG akan koreksi di kisaran 6.200-6.300 karena kenaikan yang signifikan ini," kata Janson kepada Katadata.co.id, Jumat (15/10).

Setelah koreksi, Janson melihat peluang indeks untuk kembali menguat ke kisaran 6.600 ditopang kenaikan harga komoditas. Kenaikan harga komoditas, berkorelasi positif terhadap konsumsi rumah tangga, konsumsi investasi, dan kenaikan produk domestik bruto.

Akibatnya, sektor ekonomi lama (old economy) seperti perbankan, ritel, barang konsumsi, dan otomotif akan menerima imbas positif. Tren tersebut diramal akan berlangsung antara 1 tahun hingga 1,5 tahun.

"Level tertinggi (IHSG) sepanjang masa baru terasa tahun depan ketika ekonomi sudah mulai kembali total," kata Janson.

Peluang Rekor Baru IHSG Masih Terbuka

Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony menilai, lesunya pergerakan indeks akhir pekan ini lebih dikarenakan aksi ambil untung alias taking profit oleh investor. Secara teknikal, pergerakan indeks pun sudah dekat area resistance.  

“Tetapi secara perdagangan, (pergerakan indeks) masih cenderung normal,” kata Chris kepada Katadata.co.id, Jumat (15/10).

Ke depan, Chris menilai peluang IHSG untuk mencetak level tertinggi baru, masih terbuka lebar. Prediksinya, momentum tersebut akan terjadi di Desember 2021, di mana indeks berpotensi menyentuh level 6.800. Adapun sektor saham yang bakal menjadi penopang berasal dari keuangan, energi, infrastruktur dan konsumsi.

“Kemungkinan Desember IHSG bisa kembali rally menjelang window dressing,” ujarnya.

Tak kalah optimistis, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memprediksi IHSG akan bergerak di rentang 6.700 hingga 6.800 sepanjang sisa 2021. “Best case-nya di 7.000,” katanya.

Secara teknikal, Didit sudah memprediksi pergerakan IHSG akhir pekan ini rawan akan koreksi. Hal itu karena, indeks dalam beberapa hari terakhir sudah mengalami penguatan cukup kencang, di mana penguatan hanya bersifat jangka pendek. Namun, dia tidak menampik kemungkinan IHSG untuk membuat rekor tertinggi baru tahun ini.

Lesunya pergerakan IHSG akhir pekan ini juga terjadi karena faktor profit taking. Untuk akhir tahun, Didit memprediksi fenomena window dressing dari pelaku pasar bakal mendorong indeks naik. Adapun sektor saham yang bisa dicermati di sisa tahun ini, seperti keuangan, konsumsi dan properti konstruksi.  

Reporter: Ihya Ulum Aldin