Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai sektor jasa keuangan hingga April 2021 masih solid. Hal tersebut ditunjukkan oleh indikator permodalan dan likuiditas yang tersedia, serta risiko kredit yang terjaga.

Menurut otoritas, pemulihan ekonomi global terus berlanjut seiring pulihnya aktivitas perekonomian negara utama dunia. Sedangkan di domestik, indikator perekonomian seperti sektor rumah tangga dan korporasi mengindikasikan perbaikan. Begitu juga dengan mobilitas penduduk di kuartal kedua yang meningkat signifikan, dan diharapkan mempercepat pemulihan ekonomi.

Meskipun begitu, beberapa risiko penurunan masih perlu diwaspadai, termasuk kenaikan laju infeksi harian akibat varian baru virus. Selain itu, ketersediaan vaksin di negara berkembang, serta tren kenaikan inflasi global yang bersumber dari kelangkaan bahan baku dan logistik (cost-push inflation).

“Potensi kenaikan kasus Covid-19 paska libur panjang Hari Raya Idul Fitri tetap perlu diwaspadai,” ujar Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik Anto Prabowo dalam keterangan resmi, Minggu (30/5).

Adapun pertumbuhan kredit hingga April masih terkontraksi sebesar 2,28% (yoy). Namun, kredit konsumsi mulai tumbuh positif 0,31% (year on year/yoy) didukung kredit kepemilikan rumah (KPR). Selain itu, kredit sektor pariwisata juga tumbuh 5,99% ditopang kenaikan kredit pada restoran/rumah makan 10,53% (month to month/mtm) dan angkatan laut domestik 1,24% yoy.

Secara tahun kalender, pertumbuhan kredit masih positif, didorong penyaluran kredit dari bank BUMN dan BPD. Sementara, kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mulai menunjukkan perbaikan.

Otoritas memandang tren tersebut menunjukkan pertumbuhan kredit kuartal pertama tahun ini lebih baik dari tahun lalu, dan memiliki ruang untuk pertumbuhan. Di mana,  didukung suku bunga kredit yang turun. Hingga April suku bunga kredit modal kerja turun menjadi 9,08%, bunga kredit konsumsi menjadi 10,87% dan suku bunga kredit investasi di posisi 8,68%.

“Suku bunga bukan satu-satunya faktor penentu tumbuhnya kredit perbankan, karena pertumbuhan kredit sangat ditentukan oleh permintaan masyarakat,” ujarnya.

Permintaan atas kredit/pembiayaan akan kembali tinggi  apabila terjadi peningkatan mobilitas masyarakat yang mematuhi protokol kesehatan. Hal tersebut didukung upaya vaksinasi yang semakin meluas untuk meningkatkan imunitas dan kesehatan masyarakat yang terjaga baik.

Di sisi lain, otoritas mencatat pemulihan ekonomi global masih terus berlanjut seiring pulihnya aktivitas perekonomian, disertai laju vaksinasi dan penanganan pandemi.

Pasar keuangan domestik dilaporkan tetap stabil meskipun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) per 21 Mei 2021 di level 5,773 atau melemah 3,7%. Hal itu sejalan dengan perkembangan pasar saham negara berkembang lainnya. Sementara, pasar surat berharga negara (SBN) terpantau menguat dengan rerata imbal hasil SBN turun 40 basis poin (bps) di seluruh tenor. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) kembali mencatatkan pertumbuhan double digit yakni 10,94% yoy.

Adapun untuk sektor asuransi mencatatkan penghimpunan premi pada April 2021 sebesar Rp22,4 triliun. Capaian tersebut terdiri dari Rp14,2 triliun asuransi jiwa, dan Rp 8,2 triliun merupakan asuransi umum dan reasuransi.

Untuk Fintech P2P lending, per April 2021 mencatatkan pertumbuhan baki debet atau saldo pokok pembiayaan signifikan, yakni dari 49,9% yoy menjadi Rp 20,61 triliun. Sedangkan piutang perusahaan pembiayaan masih terkontraksi -16,29% yoy.

Profil risiko lembaga jasa keuangan per April 2021 masih relatif terjaga dengan rasio kredit macet (NPL) gross tercatat sebesar 3,22%. Itu terdiri dari NPL net 1,06% dan rasio untuk perusahaan pembiayaan syariah (NPF) turun menjadi 3,9% dibandingkan bulan lalu 3,7%.

Sedangkan rasio nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terkonfirmasi dari rasio posisi devisa neto yakni 1,38%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%. Sementara itu, per 10 Mei 2021 rasio alat likuid/non-core deposit berada di level 149,92%, alat likuid/DPK sebesar 50%, dan terpantau masing-masing pada level dan 32,46%, di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.

Selanjutnya, permodalan lembaga jasa keuangan masih di level memadai. Capital Adequacy Ratio (CAR) industri perbankan tercatat 24,26%, jauh di atas threshold. Sedangkan Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing tercatat sebesar 639% dan 344%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%. Begitupun gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,02%, jauh di bawah batas maksimum 10%.

Ke depan, otoritas akan melakukan sinergi dengan pemerintah dalam memperluas akses pembiayaan kepada UMKM melalui peningkatan ekosistem digitalisasinya. Selain itu, secara berkelanjutan akan melakukan asesmen terhadap keberhasilan proses restrukturisasi, termasuk memperhitungkan kecukupan langkah mitigasi dalam menjaga kestabilan sistem keuangan.

“OJK berkoordinasi dengan pemerintah daerah dengan menerbitkan kebijakan yang membantu mempercepat pemulihan ekonomi. Serta mendorong potensi ekonomi alternatif baru sesuai keunggulan daerah,” katanya.