BPS Ajak Asosiasi e-Commerce Jaring Data Belanja Online

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Pekerja memilah paket barang yang akan dikirim melalui udara di gudang logistik TIKI di Kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (18/5).
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Yuliawati
14/8/2017, 15.59 WIB

Sri mengatakan sekalipun pola belanja masyarakat beralih dari konvensional ke belanja melalui jaringan (online) atau e-commerce, menurut dia nilai transaksinya akan tetap sama.

"Apakah ada pergeseran ke e-commerce? Kami kontrol (totalnya) dari sisi suplai, (yang dihitung dari) produksi ditambah impor. Dari sisi nilai transaksinya masih tetap sama," tutur dia.

Berdasarkan data BPS, sebanyak 15% dari total penduduk memilih belanja secara online. Produk yang paling banyak dibeli adalah jam tangan 22,9%, alat komunikasi dan aksesorisnya 11%; barang-barang rekreasi 4%; serta pakaian, alas kaki dan penutup kepala 4%.

"Semakin besar pendapatannya, maka semakin besar penetrasi belanjanya melalui online," kata Sri. (Baca: Pemerintah Bakal Genjot Belanja untuk Kejar Pertumbuhan Ekonomi 5,2%)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, tren pergeseran konsumsi ke sektor digital atau e-commerce menjadi perhatian pemerintah. Sekarang ini, kata dia merupakan periode dinamis dengan banyak perubahan dan merupakan fenomena global.

"Perkembangan baru baik dari teknologi dan produk yang berkembang dari teknologi memiliki tingkat kecepatan yang tinggi dan belum membentuk arahnya. Berkembangnya ekonomi digital itu pasti. Tapi bagaimana wujud 10 tahun mendatang, kami belum tahu," kata Darmin.

(Baca: Bappenas: Bisnis Online Bisa Pengaruhi Jumlah Kemiskinan)

Halaman: