Nilai tukar rupiah kembali dibuka melemah 0,2% ke level Rp 14.430 per dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot pagi ini. Ini dipengaruhi oleh meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap rencana percepatan tapering off atau pengurangan stimulus moneter bank sentral AS, The Fed.
Dikutip dari Bloomberg, rupiah menguat ke arah Rp 14.409 pada Pukul 09.15 WIB. Tetapi ini belum kembali ke posisi penutupan kemarin Rp 14.398 per dolar AS.
Mayoritas mata uang Asia lainnya juga melemah. Yen Jepang dan dolar Singapura masing-masing melemah 0,02%, dolar Taiwan 0,06%, won Korea Selatan 0,29%, peso Filipina 0,04%, rupee India 0,11%, dan bath Thailand 0,31%.
Sedangkan dolar Hong Kong menguat 0,01%, yuan Cina 0,05%, dan ringgit Malaysia 0,04%.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan nilai rukar kembali anjlok ke kisaran Rp 14.450 hari ini. Itu dengan potensi penguatan Rp 14.350 per dolar AS.
Sentimen pelemahan masih dipengaruhi oleh kekhawatiran pasar terhadap rencana percepatan tapering off oleh The Fed.
"Pasar kelihatannya belum lepas dari sentimen percepatan tapering off AS yang menarik likuiditas dolar di pasar sehingga dolar berpotensi menguat," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Jumat (3/12).
The Fed memulai tapering off berupa pengurangan pembelian aset mulai akhir bulan lalu US$ 15 miliar dari pembelian rutin US$ 120 miliar. Nilainya akan dikurangi secara bertahap dan dijadwalkan berakhir pada Juni 2022.
Kendati demikian, The Fed membuka peluang untuk mempercepat pengurangan pembelian aset, sehingga ada kemungkinan bisa berakhir lebih cepat. Rencana ini baru akan dibahas dalam pertemuan pejabat pembuat kebijakan di pertengahan bulan ini.
Rencana percepatan itu mendorong pasar untuk bertaruh bahwa bank sentral terbesar dunia itu juga berpeluang menaikkan suku bunga lebih cepat.
The Fed rencananya baru akan menaikkan bunga acuan pada 2023. Namun pasar memperkirakan, langkah ini dilakukan pada paruh kedua 2022 atau setelah tapering off selesai.
Ariston mengatakan, sejumlah data yang menjadi indikator The Fed memperketat kebijakan moneter menunjukkan perbaikan. Bank sentral AS menggunakan data tenaga kerja dan inflasi sebagai pertimbangan untuk memulai tapering off dan menaikkan suku bunga.
"Data ketenagakerjaan yang membaik ditambah kenaikan inflasi yang melebihi target 2%, mendukung pertimbangan percepatan pengetatan moneter di AS," kata dia.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan jumlah klaim baru asuransi pengangguran pada pekan terakhir November yakni 222 ribu. Ini naik dibandingkan pekan sebelumnya 194 ribu.
Namun, angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan awal pandemi corona.
Jumlah pengangguran yang mengajukan klaim asuransi lanjutan melanjutkan penurunan 107 ribu. Maka, tersisa 1,96 juta klaim. Ini merupakan angka terendah sepanjang pandemi, sekaligus menandakan jumlah klaim di bawah 2 juta untuk pertama kalinya sejak Maret 2020.
Selain tekanan tapering off, pelemahan nilai tukar dipengaruhi meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap lonjakan varian Covid-19 Omicron. Varian baru yang diklaim bisa menular sangat cepat ini menyebar di lebih dari 20 negara dunia.
"Pasar juga mengkhawatirkan varian covid-19 baru Omicron yang bisa menjadi pencetus gelombang pandemi baru. Kekhawatiran ini mendorong pelaku pasar keluar dari aset berisiko seperti rupiah," kata Ariston.
Menteri Keuangan Amerika Janet Yellen baru-baru ini juga mengatakan, varian baru itu memperburuk ketidakpastian akibat pandemiCovid-19. Ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global dan memperburuk inflasi.