BPK Temukan Rp 101 M Bansos Usaha Mikro Diterima PNS, TNI, dan Polri

ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/aww.
Ilustrasi. BPK menyoroti terdapat anggaran Rp 46,4 miliar bantuan BPUM yang justru diberikan bukan untuk kelompok usaha mikro.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
9/12/2021, 19.32 WIB

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengatakan terdapat anggaran program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) 2020 sebesar 9 triliun yang bermasalah. Dari anggaran tersebut, terdapat anggaran sebesar Rp 101,9 miliar untuk program bantuan sosial kepada usaha mikro yang justru salah sasaran dinikmati abdi negara.

Berdasarkan dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020, BPK menemukan terdapat anggaran untuk program Bantuan Pelaku Usaha Mikro (BPUM) sebesar Rp 1,18 triliun yang bermasalah. Lembaga audit negara itu menemukan terdapat 414.590 penyaluran BPUM yang tidak sesuai dengan kriteria.

"Sebanyak 42.487 penerima BPUM sebesar Rp 101,9 miliar berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, Polri, Karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)," demikian tertulis dalam laporan tersebut seperti dikutip Kamis, (9/12).

BPK juga menyoroti terdapat anggaran Rp 46,4 miliar bantuan BPUM yang justru diberikan bukan untuk kelompok usaha mikro. Bukan hanya salah sasaran, beberapa penyaluran juga ternyata diberikan ganda yakni 1.392 penerima BPUM yang menerima bantuan dengan nilai penyaluranRp 3,3 miliar.

Temuan lainnya, terdapat kesalahan pendataan yang menyebabkan penyalurannya salah sasaran. BPK melaporkan terdapat anggaran BPUM Rp 673,9 miliar yang diberikan kepada 280.815 penerima dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tidak padan.

Auditor negara ini juga menemukan terdapat 20.422 penerima yang memiliki NIK anomali dengan penyaluran anggaran sebesar Rp 49 miliar.  Selain itu, terdapat delapan penerima yang ternyata sudah pindah ke luar negeri  dengan anggaran yang sudah disalurkan mencapai Rp 19,2 juta. Ada juga 11.830 penerima dengan nilai Rp 28,3 miliar yang ternyata sedang menerima kredit atau pinjaman perbankan lainnya.

"BPUM juga diberikan kepada penerima yang sudah meninggal sebanyak 38.278 penerima sebesar Rp 91,8 miliar," ungkap laporan tersebut.

Selanjutnya, terdapat penyaluran dana BPUM kepada 22 penerima sebesar Rp 52,8 miliar yang tidak sesuai lampiran Surat Keputusan (SK) penerima BPUM. Adapula duplikasi penyaluran dana kepada satu penerima dengan nilai Rp 2,4 juta.

BPK juga mengunkap terdapat dana BPUM sebesar Rp 145,2 miliar kepada 60.502 penerima telah diaktivasi meskipun berstatus diblokir. Kemudian, terdapat 13,87 miliar yang pencairannya dilakukan meskipun sudah melewati batas akhir yang ditentukan.

"Kementerian Koperasi dan UKM belum memiliki mekanisme verifikasi untuk memastikan ketepatan penyaluran dana BPUM sampai jangka waktu program berakhir," tulis laporan tersebut.

BPK juga melaporkan terdapat Rp 23,56 miliar dana yang gagal disalurkan tetapi belum dikembalikan ke kas negara. Selanjutnya terhadap dana Rp 43,2 juta yang merupakan double debet pada penerima BPUM di BNI pada tanggal 2 dan 8 Maret 2021. Dua permasalahan ini belum jelas pencatatannya karena sampai pemeriksaan berakhir BPK mengaku Kementerian Keuangan belum memberikan tanggapan apapun.

BPUM merupakan salah satu program andalan pemerintah untuk menyelamatkan sektor usaha kecil yang terpukul akibat pandemi. Bantuan diberikan sebesar Rp 1,2 juta per pelaku usaha. Adapun penyaluran bantuan ini dilakukan melalui Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah. 

Program ini berjalan sejak tahun lalu dan dilanjutkan tahun ini. Adapun dalam anggaran PEN 2021, anggaran BPUM disediakan Rp 15,36 triliun untuk 12,8 juta pelaku usaha. Adapun berdasarkan data hingga 26 November, anggarannya sudah terserap habis atau 100% dari pagu.

Reporter: Abdul Azis Said