Kepemilikan Asing di Surat Utang Negara Menyusut, Apa Keuntungannya?

Arief Kamaludin|KATADATA
Asing melepas surat utang pemerintah mencapai Rp 80 triliun pada sepanjang tahun lalu.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
5/1/2022, 13.10 WIB

Sekalipun terjadi capital outflow di pasar keuangan domestik, Sri Mulyani mengatakan dampaknya sangat minim. Ini terlihat spread antara yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun terhadap US Treasury yang justru menyempit dari 110 basis poin menjadi 66 bps. Kinerja positif ini ditopang kuatnya permintaan dari investor domestik di tengah berkurangnya kepemilikan asing.

Selain itu, ia juga mengatakan yield SUN tenor 10 tahun juga hanya naik 50 bps. Kinerja ini lebih baik jika dibandingkan negara berkembang lainnya seperti yield obligasi pemerintah Filipina yang naik 156 bps, Meksiko 203 bps dan Rusia 253 bps. 

"Indoensia juga mengalami capital outflow yang cukup serius, namun karena neraca pembayaran kita sangat kuat makanya dari sisi nilai tukar kita juga masih terjaga," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani juga memamerkan rupiah menjadi salah satu mata uang negara berkembang yang depresiasinya terhadap dolar AS paling kecil. Rupiah melemah 1,4% sepanjang tahun lalu. Meski demikian, ini lebih baik dibandingkan sejumlah negara tetangga seperti ringgit Malaysia yang terdepresiasi 3,6%, peso Filipina 6,2% serta bath Tahailand 11,5%. Namun rupiah masih kalah dari dong Vietnam yang terapresiasi 1,2% dan yuan Cina 2,6%.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga menyebut, kenaikan yield SBN tenor 10 tahun Indonesia yang naik 5o jauh lebih baik dibandingkan negara-negara tetangga. Yield surat berharga Malaysia tenor 10 tahun naik 92 bps, Thailand 57 bps, dan Korsel 53 bps. Sementara yield surat berharga AS naik 6p bps. 

"Porsi investor domestik yang meningkat pada tahun lalu membatasi kenaikan yield SBN pada tahun lalu," kata Josua. 

Ia menilai, struktur investor domestik yang saat ini lebih besar dalam kepemilikan SBN menjadi bantalan jika terjadi gejolak eksnternal. Hal ini membuat Indonesia lebih tahan banting menghadapi tapering off dibandingkan saat taper tantrum 2013. 

"Kalau melihat histrois sebelumnya saat taper tantrum 2013,  kepemilikan asingnya sekitar 35%. Artinya cukup mendominasi.  Sebelum pandemi pun kita cukup tinggi medekati 40%," kata dia.

Kepemilikan asing yang lebih rendah juga dapat meredam dampak gejolak keuangan global terhadap rupiah.  Pelemahan rupiah pada tahun lalu tak sedalam mata uang negara-negara Asia lainnya. 

Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI)  Teuku Riefky mengatakanyield SBN tetap terjaga meski asing melakukan aksi jual karena mampu diserap oleh BI dan perbankan. Adapun perbankan menyerap surat utang pemerintah dalam jumlah besar karena memiliki likuiditas yang longgar seiring kebijakan moneter BI dan penyaluran kredit yang masih seret. 

"Bukan karena market sedang bagus, tetapi by design," kata dia. 

Meski demikian, ia menilai perubahan komposisi kepemilikan asing dalam surat berharga negara lebih banyak memiliki dampak positif. "Karena ketika terjadi shock berikutnya, tidak ada potensi capital outflow yang sebesar sebelumnya," kaya Riefky. 

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said