Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa meminta kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Komisi XI DPR untuk menurunkan target defisit APBN 2025 menjadi 1,5%-1,8%.
Suharso menilai rentang target defisit APBN tersebut diperlukan agar pemerintahan Prabowo Subianto memiliki ruang fiskal yang lebih leluasa.
“Kami berharap Bu Menkeu dan Komisi XI, kalau memang itu disepakati, kita inginkan defisit bisa turun lagi antara 1,5% sampai 1,8%, sehingga ada ruang fiskal bagi pemerintahan yang akan datang kalau menggunakan pasal itu," kata Suharso saat Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (5/6).
Adapun pasal yang dimaksud adalah pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 yang menjelaskan bahwa pemerintahan saat ini diwajibkan menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan APBN untuk pemerintahan baru.
Suharso menyampaikan lebih lanjut bahwa terdapat aturan yang menjelaskan presiden terpilih berikutnya punya ruang gerak yang luas untuk menyempurnakan RKP dan APBN melalui mekanisme APBN Perubahan (APBN-P).
“Tapi ada juga di dalam penjelasan, disampaikan bahwa presiden terpilih berikutnya mempunyai ruang gerak yang luas untuk menyempurnakan RKP dan APBN pada tahun pertama pemerintahan melalui mekanisme perubahan APBN-P,” ujarnya.
APBN 2025 Dirancang Ekspansif
Dalam Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan V 2023-2024 sebelumnya, Sri Mulyani menargetkan defisit APBN 2025 di kisaran 2,45%-2,82%. APBN 2025 juga dirancang ekspansif, namun tetap terarah dan terukur guna memaksimalkan kemampuan fiskal untuk mendukung program pemerintah baru.
"Defisit yang kami sampaikan antara 2,45% hingga 2,82%, yang akan membiayai seluruh program prioritas pemerintah baru," kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (4/6).
Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2025, Bendahara Negara itu menargetkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di kisaran 5,1%-5,5%.
Menurut Sri Mulyani, target pertumbuhan ini ambisius, namun masih realistis. Pemerintah juga turut mendesain rasio utang pada batas yang aman di rentang 37,9%-38,71% terhadap PDB.