Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta pelaku pasar tidak perlu khawatir terhadap pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada awal pekan ini. Karena pergerakan saham cenderung fluktuatif atau naik turun setiap harinya.
“Kalau IHSG kita lihat karena daily-nya pergerakannya fluktuasi. Jadi kita tidak perlu khawatir,” kata Airlangga saat ditemui di Gedung Kemenko Ekonomi, Jakarta, Senin (5/8).
Sementara itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut anjloknya pergerakan IHSG hari ini mendekati batas trading halt sebesar 5%. Trading halt merupakan penghentian sementara perdagangan saham.
Selama periode ini, semua pesanan yang belum diproses atau teralokasi (open order) akan tetap di dalam sistem perdagangan Jakarta Automated Trading System (JATS). Sehingga, semua pesanan yang belum diproses masih bisa diambil oleh anggota bursa.
Tanggapan BEI
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota BEI Irvan Susandy mengatakan akan terus memantau perkembangan bursa global dan regional. Hal itu termasuk potensi terjadi trading halt. “Untuk trading halt, kita berharap tidak akan terjadi,” kata Irvan kepada wartawan, Senin (5/8).
Senior Investment Information dari Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta menjelaskan penyebab turunnya IHSG karena beberapa faktor. Salah satunya data manufaktur Purchasing Managers' Index atau PMI global, termasuk Indonesia yang menunjukkan hasil di bawah 50.
Hal ini menandakan terjadinya kontraksi, yang menunjukkan potensi perlambatan ekonomi global. Penurunan ini juga berdampak pada kelemahan jumlah pesanan, output, dan penyerapan tenaga kerja, yang menyebabkan sektor manufaktur mengalami kontraksi.
“Kemudian angka pengangguran AS juga naik, jadi terdapat tanda-tanda perlambatan kepentumbuan ekonomi global,” kata Nafan.
Founder of Indonesia Investment Education, Rita Efendy mengatakan, secara umum koreksi pasar saham Indonesia disebabkan oleh gejolak pasar keuangan global yang dipicu oleh lonjakan pengangguran di Amerika Serikat (AS). Begitu juga dengan ketidakpastian kebijakan moneter The Fed dan ketegangan geopolitik.
Tak hanya itu, sektor teknologi dan pasar mengalami tekanan besar-besaran akibat aksi jual para investor. Hal ini ikut memperparah volatilitas dan ketidakpastian ekonomi global.