Tekan Angka Diabetes, Cukai Minuman Manis Kemasan Siap Diterapkan di 2025
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan kembali tujuan dari penerapan cukai minum berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2025 untuk menekan prevalensi atau jumlah penderita diabetes di Indonesia.
"Selama ini sudah dibahas dengan Komisi XI DPR, cukai rokok tetap jalan dan cukai minuman berpemanis, sesuai tujuan dari Kementerian Kesehatan untuk menjaga meluasnya atau makin tingginya dan prevalensi diabetes bahkan kepada tingkat anak-anak," kata Sri Mulyani dalam kerja tentang RAPBN 2025 dengan Komisi XI DPR, Rabu (28/8).
Dalam dokumen Buku II Nota Keuangan Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, pemerintah membidik penerimaan cukai pada tahun depan sebesar Rp 244,19 triliun atau tumbuh 5,9% dari outlook 2024 sebesar Rp 230,5 triliun.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan mengoptimalkan penerimaan negara melalui ekstensifikasi cukai demi mendukung implementasi Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.
Pada dasarnya, pemerintah sudah menetapkan kebijakan untuk mendukung penerimaan negara melalui sejumlah hal. Salah satunya berupa kebijakan ekstensifikasi cukai secara terbatas pada MBDK demi menjaga kesehatan masyarakat.
“Pengenaan cukai terhadap MBDK tersebut dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi gula dan atau pemanis yang berlebihan,” tulis Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025.
Tujuan pengenaan cukai tersebut untuk mendorong industri reformulasi produk MBDK yang rendah gula. Dengan begitu, dapat mengurangi eksternalitas negatif bagi kesehatan masyarakat bagi kesehatan masyarakat yaitu dengan menurunnya prevalensi penyakit tidak menular (PTM) pada masyarakat.
Pemerintah mengakui implementasi atas pengenaan cukai minuman manis kemasan tersebut juga memiliki risiko. Namun pemerintah menilai dampaknya terhadap inflasi dan daya beli masyarakat masih minim.
Antisipasi Kebijakan Cukai
Sebelumnya Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menekankan bahwa kebijakan cukai minuman berpemanis tetap penting untuk dilakukan.
"Di satu sisi memang penting untuk dikendalikan, tapi banyak sekali minuman manis produksi UMKM yang mungkin akan menghindar, agar tidak dikenakan tarif cukai. Itu yang harus diperhatikan,” ujar Bhima.
Di sisi lain, produksen minuman manis kemasan bisa mengantisipasi kebijakan tersebut. Salah satunya dengan menurunkan ukuran minuman berpemanis kemasan untuk menghindari cukai.
"Misalnya yang tadinya berukuran 250 ml menjadi 110 ml, tapi dijual dengan volume lebih besar. Itu salah satu cara untuk menghindari tarif cukai berpemanis,” kata Bhima.