Penjaga Etik BPK di Pusaran Panama Papers

Arief Kamaludin|KATADATA
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hary Azhar Aziz.
Penulis: Muchamad Nafi
19/4/2016, 14.02 WIB

Janji Penjaga Etik Lembaga Pemeriksa Negara

Begitu ditetapkan sebagai Ketua BPK pada 2014 lalu, Harry Azhar Azis membuat program prioritas. Satu di antaranya, dia berjanji meningkatkan kapasitas Majelis Kehormatan Kode Etik BPK. Menurutnya, peningkatan kapasitas ini untuk memastikan anggota BPK serta para auditor berlaku objektif dan jujur dalam mengaudit.

Karena itu, Majelis Kehormatan harus memastikan setiap pengaduan masyarakat segera direspons. “Karena saya mendengar banyak keluhan masyarakat soal jual beli opini wajar tanpa pengecualian, dan keterlibatan dalam aktivitas politik,” kata Harry kepada Katadata, Rabu 22, Oktober 2014. (Baca: Harry Azhar Janji Benahi Majelis Etik BPK).

Respons Harry ini terkait keberadaan Mahkamah Kehormatan yang dituding tumpul dalam membuat keputusan terkait pelanggaran kode etik Ali Masykur Musa, anggota BPK periode 2009-2014. Ali diduga menabrak rambu etik BPK karena masih aktif dalam kegiatan politik.

Misalnya, dia pernah ikut dalam konvensi calon presiden Partai Demokrat. Kemudian menjadi salah satu tim sukses pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.  (Baca: Komite Etik BPK Kumpulkan Bukti Pelanggaran Ali Masykur).

Dalam menentukan nasib Anggota IV BPK ini, pembahasan Mahkamah Kehormatan ketika itu memang cukup berlarut. Hingga akhirnya, Ali Masykur, yang mencalonkan kembali sebagai anggota BPK, menyatakan mundur dari seleksi. Kepada Katadata ketika itu, Ali menyatakan pengunduran dirinya disampaikan melalui Komisi Keuangan DPR.

Kini, mata publik tak hanya tertuju kepada Anggota BPK, tapi pemimpinnya. Dokumen Panama Papers menyeret Harry untuk membuka selubung informasi yang ia pendam selama enam tahun terakhir. Kepemilikan Sheng Yue International Limited yang berlokasi di British Virgin Island menjadi pukulan balik atas transparansi yang ingin dia bangun.

Sejumlah suara di Senayan mulai membidik kasus ini. Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari, misalnya, menyesalkan pemimpin lembaga negara yang menjadi simbol integritas dan akuntabilitas ternyata masuk dalam Panama Papers. Melalui Metro TV, dia menyarankan Harry melepas jabatannya agar tidak terjadi konflik kepentingan. “Kalau standarnya moralitas, etika,” ujarnya, Sabtu, 16 April 2016.

Menurut Eva, bila Harry bersedia menanggalkan jabatan yang diemban, hal itu akan memperlihatkan sifat kenegarawanannya. Hal yang sama telah dilakukan oleh sejumlah pejabat publik dari berbagai negara yang namanya terseret pusaran Panama Papers. (Baca juga:PPATK Temukan Modus Transaksi dalam Panama Papers).

Dokumen tersebut memang telah “memakan korban”. Beberapa petinggi negara memutuskan untuk meletakkan jabatannya. Terakhir, Menteri Perindustrian Spanyol Jose Manuel Soria mengundurkan pada akhir pekan lalu. Jose Manuel Soria tercatat pernah menjadi direktur dari perusahaan cangkang di Bahama yang bernama UK Lines Limited pada pertengahan 1992.

Modus Kejahatan di Negeri Suaka Pajak (Katadata)

Padahal saat itu dia hanya menjabat dua bulan. Ketika itu pula Jose Manuel Soria belum memegang jabatan politis apapun. Baru pada 1995 dia terpilih sebagai Walikota Las Palmas. “Mempertimbangkan kerusakan dari situasi ini terhadap Pemerintahan Spanyol, dan setelah berkomunikasi dengan Perdana Menteri, saya memberitahu beliau pengunduran diri saya,” katanya sebagaimana dikutip The Spain Report.

Langkah ini menyusul keputusan kepala pemerintahan negara lain, di antaranya Perdana Menteri Islandia Sigmundur David Gunnlaugsson pada awal bulan ini, tak berselang lama setelah Panama Papers terkuak ke dunia. Data dari Mossack Fonseca menyebutkan Gunnlaugsson dan istrinya membeli sebuah perusahaan cangkang yang berbasis di British Virgin Islands bernama Wintris Inc pada Desember 2007. Gunnlaugsson baru menjual 50 persen saham Wintris kepada istrinya setelah menjadi anggota parlemen Islandia selama delapan bulan.

Tekanan yang sama juga disuarakan kepada nama-nama besar lainnya seperti Perdana Menteri Inggris David Cameron, Perdana Menteri Malta Joseph Muscat, dan Perdana Menteri Pakistan. Kepala Pemerintahan lain yang terseret yaitu Raja Salman dari Arab Saudi, Emir Qatar Hamad bin Khalifa Al Thani, dan Presiden Uni Emirat Arab Khalifa bin Zayed Al Nahyan. Dokumen ini juga menguak beberapa nama yang merupakan relasi Presiden Cina Xi Jinping, Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, serta Presiden Kazakstan Nursultan Nazarbayev.

Kini publik menunggu respons Ketua BPK Harry Azah Azis. Selain tuntutan mundur yang disuarakan sejumlah tokoh, saat ini pun bergulir petisi yang mendesak penjaga etika BPK itu untuk melepaskan jabatannya. (Baca: Heboh Panama Papers Mengguncang Berbagai Negara).

Halaman:
Reporter: Ameidyo Daud Nasution