Advertisement
Advertisement
Analisis | Pekerja Migran Ikut Memukul Ekonomi RI Saat Pandemi Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Pekerja Migran Ikut Memukul Ekonomi RI Saat Pandemi

Foto: Katadata
Pekerja Migran Indonesia banyak yang pulang dan terancam gagal berangkat ke negara tujuan. Hal ini berpotensi memperburuk perekonomian Indonesia.
Author's Photo
8 September 2020, 18.41
Button AI Summarize

Meski demikian, Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana meminta agar seluruh pihak yang berkepentingan tak terburu menghubungkan kebijakan Malaysia dengan isu menurunnya solidaritas antar negara ASEAN.

“Jangan kemudian kita terburu-buru menganggap ini tindakan tidak bersahabat dari Malaysia,” katanya melansir Kompas.com.

Tersendatnya penempatan PMI ke luar negeri dan potensi hilangnya remitansi bisa memperburuk perekonomian Indonesia yang telah terkontraksi sebesar 5,32% pada kuartal kedua 2020. Rendahnya pertumbuhan ekonomi itu terpengaruh kontraksi konsumsi rumah tangga sebesar 5,51% dan menyumbang 57,85% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).  

Semakin banyak PMI gagal berangkat bisa menambah angka pengangguran yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2020 sudah bertambah 60 ribu orang menjadi 6,82 juta orang.  Hilangnya remitansi pun bisa berdampak pada penambahan angka kemiskinan. Laporan Bank Dunia bertajuk Pekerja Global Indonesia Antara Peluang dan Risiko yang terbit pada 2017 yang menyatakan, remitansi mengurangi 28% peluang rumah tangga Indonesia jatuh miskin. 

Sedangkan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu memproyeksikan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 2020 sebesar 9,02% pada skenario sangat berat. Begitupun tingkat kemiskinan mencapai 10,98% pada skenario sangat berat. Peningkatan pengangguran dan kemiskinan berbanding lurus dengan penurunan daya beli dan konsumsi masyarakat. 

Survei Bank Dunia periode 2013-2014 pun menunjukkan mayoritas PMI laki-laki dan perempuan menggunakan remitansinya untuk memenuhi kebutuhan harian. Rasionya masing-masing 88% dan 77%.  Artinya, selama ini remitansi turut menyumbang tingkat daya beli dan konsumsi rumah tangga dalam negeri. 

Dengan demikian, upaya pemerintah mengungkit daya beli dan konsumsi rumah tangga untuk memperbaiki ekonomi di kuartal ketiga pun akan semakin berat. Terlebih kapasitas fiskal pemerintah  untuk menambah stimulus sudah semakin sempit. 

Hal itu tercermin dari pendapatan negara yang menurun 12,4% per Juli 2020 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya menjadi Rp 922,3 triliun. Sementara belanja negara tumbuh 1,3% menjadi Rp 1.252,4 triliun. Menyebabkan defisit membengkak menjadi Rp 330,2 triliun atau 2,01% terhadap PDB.

Resesi yang ditakutkan terjadi pada kuartal ketiga tahun ini pun semakin dekat. Kecuali, pemerintah fokus menekan Covid-19 dan membuat negara lain percaya lagi menerima Warga Negara Indonesia (WNI), termasuk PMI.  

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi