Advertisement
Advertisement
Analisis | Covid-19 di Jakarta Melandai, tapi Puncak Pandemi Belum Berlalu Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Covid-19 di Jakarta Melandai, tapi Puncak Pandemi Belum Berlalu

Foto: Joshua Siringo/Katadata
Melandainya kasus Covid-19 DKI Jakarta di sembilan hari awal PSBB transisi jilid II bukan pertanda puncak pandemi telah lewat. Namun, karena jumlah tes harian belum stabil dan pelacakan kontak erat minim. Jadi, penting tetap mengetatkan protokol kesehatan khususnya gerakan 3M.
Author's Photo
23 Oktober 2020, 12.14
Button AI Summarize

“Potensi airborne tinggi kalau bioskop di Jakarta,” katanya.

Terkait penularan Covid-19 secara airborne atau melalui udara telah diakui WHO dalam panduan ilmiahnya pada 9 Juli 2020 lalu. Penularan ini terjadi akibat penyebaran agen penular berupa aerosol—tetesan pernapasan kecil berdiameter 5 μm—yang tetap menular dan bertahan di udara dalam waktu lama.

Sebuah eksperimen yang dikutip WHO menemukan aeorosol bisa bertahan selama 3 jam di udara. Namun, studi lain yang juga dikutip menyatakannya bisa bertahan 16 jam di udara dengan tetap membawa komponen virus.

Tak ada yang mampu menjamin seorang penonton tetap disiplin menggunakan masker selama pertunjukan film. Sedangkan, protokol menonton bioskop belum jelas mengatur sanksi bagi penonton yang melepas masker selama film berlangsung.

Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu terus meningkatkan pencapaian seluruh indikator epidemologi dan mengetatkan pengawasan pelaksanaan protokol kesehatan selama PSBB transisi jilid II. Masyarakat pun mesti disiplin menerapkan gerakan 3M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak). Karena, penularan virus corona mustahil terputus tanpa kerja kolektif.

Bila hal itu tak terlaksana, dampak buruk bukan hanya di sisi kesehatan tapi juga ekonomi. Konsekuensi dari kasus Covid-19 yang meningkat lagi adalah pengetatan ulang pergerakan manusia. Roda ekonomi menjadi terhambat lagi, seperti halnya saat PSBB jilid I dan II. Jadi, lebih baik jangan terlena.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi