Advertisement
Advertisement
Analisis | Stigma Penyintas Covid-19 yang Bisa Memperpanjang Pandemi Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Stigma Penyintas Covid-19 yang Bisa Memperpanjang Pandemi

Foto: Joshua Siringo/Katadata
Penyintas Covid-19 dan keluarganya masih rentan stigma dari masyarakat, seperti menjadi bahan gunjingan, dikucilkan, hingga diberhentikan dari tempat kerja. Kondisi ini memperparah penanganan pandemi.
Author's Photo
17 November 2020, 17.00
Button AI Summarize

Selain itu, berdasarkan data per 8 November 2020, hanya 13 provinsi dengan rasio kesembuhan Covid-19 melampaui rata-rata nasional yang sebesar 84,1%. Gorontalo menjadi yang tertinggi dengan 94,3%. Bali dan Kalimantan Selatan menyusul dengan 91,7% dan 90,9%.

Dalam sepekan terakhir tambahan kasus harian pun masih sekitar 3.785. Membuat Indonesia masih kokoh di posisi ke-21 dunia dalam jajaran kasus tertinggi. Totak kasus Covid-19 per 12 November sebanyak 452.291 orang dengan 14.933 di antaranya meninggal dunia.  

“Inilah yang perlu dipahami bahwa stigma berkontribusi terhadap tingginya angka kematian,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Fidiansjah, dikutip dari laman Satuan Tugas Penanganan Covid-19.

Oleh karena itu, sudah semestinya menghentikan stigma terhadap penyintas Covid-19. Salah satu caranya dengan mendorong tersebarnya informasi kredibel terkait pandemi. Pasalnya, hasil survei Lapor Covid-19 menyatakan pemicu utama stigma adalah kurang mendapat informasi atau mengonsumsi informasi yang keliru. Untuk hal ini, peran pemerintah dan media sangat penting.

Pemerintah bisa juga mencontoh Thailand yang menyediakan aplikasi seluler untuk memonitor keadaan pasien. Para penyintas Covid-19 dapat memanfaatkannya untuk melakukan konseling dan terapi. Atau, seperti India dengan para relawannya yang melakukan sosialisasi pada masyarakat, sebab pesan akan tersampaikan jika dilakukan dalam komunitas, ketimbang disampaikan selebritas atau ahli.

Peran masyarakat tak kalah penting dari pemerintah. Khususnya orang-orang terdekat penyintas Covid-19. Mengingat, hasil survei Lapor Covid-19 menunjukkan 53,6% responden penyintas mengaku mengandalkan pasangan saat pertama kali mengetahui telah positif Covid-19. Selanjutnya adalah orangtua (21%) dan teman/teman kerja (10,5%).

Dukungan sederhana kepada para penyintas Covid-19 sudah sangat berarti. Survei yang sama menyatakan, 70,2% responden penyintas mengaku butuh dukungan lewat tanya kabar. Angka yang sama juga untuk dukungan dalam bentuk bisa kembali beraktivitas seperti semula.

Menghadapi Covid-19 memang membutuhkan gotong royong dari semua pihak. Mereka yang sedang berupaya bangkit dan pulih dari penyakitnya pun perlu mendapat dukungan, bukan dikucilkan. Keberhasilannya turut bersumbangsih terhadap terkendalinya pandemi dalam negeri.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi