Advertisement
Advertisement
Analisis | Bagaimana Peluang Telemedicine Benahi Layanan Kesehatan RI? Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Bagaimana Peluang Telemedicine Benahi Layanan Kesehatan RI?

Foto: Joshua Siringo/Katadata
Telemedicine berpotensi mengatasi masalah layanan kesehatan di Indonesia. Banyak dokter yang bergabung ke layanan ini. Namun, masih ada sejumlah hambatan mengembangkan telemedicine.
Dimas Jarot Bayu
19 November 2020, 09.49
Button AI Summarize

Kemudian, regulasi yang mengatur soal telemedicine belum mencukupi. Sejauh ini, aturan soal telemedicine merujuk kepada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019. Dalam aturan tersebut, persyaratan legal seorang dokter melakukan praktik konsultasi daring kepada pasiennya masih abu-abu.

Peraturan Konsil Kedokteran Nomor 74 Tahun 2020 lebih jelas menyatakan bahwa dokter yang bisa melakukan praktik konsultasi daring harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP). Namun, konteksnya hanya dalam lingkup darurat pandemi corona.

Tantangan adalah layanan telemedicine lebih banyak buatan startup kesehatan ketimbang rumah sakit. Padahal, survei Inventure bersama Alvara mencatat, 95,4% responden menyatakan setuju bahwa rumah sakit harus menyediakan layanan telemedicine. Adapun, 71% responden menyatakan lebih percaya layanan kesehatan digital milik rumah sakit atau klinik daripada milik startup kesehatan.

Managing Partner Inventure menyatakan, kepercayaan terhadap layanan kesehatan digital dari rumah sakit karena masyarakat menganggapnya telah memiliki ekosistem lebih baik dari segi fasilitas dan keahlian dokter. Layanan rumah sakit juga sudah teruji dan memberikan jaminan keamanan kepada masyarakat.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Lia Gardenia mengatakan, rumah sakit belum dapat mengadopsi secara luas layanan telemedicine karena BPJS Kesehatan belum menanggungnya.

“Sementara 90% pasien rumah sakit menggunakan BPJS, makanya layanan ini juga belum maksimal,” kata Lia dalam webinar Indonesia Industry Outlook 2021, Rabu (4/11).

Di luar BPJS Kesehatan, aplikasi telemedicine yang bekerja sama dengan perusahaan asuransi swasta masih sedikit. Salah satunya Halodoc yang bisa menggunakan asuransi dari FWD, AXA Mandiri, AXA Mandiri Corporate Solution, Allianz, Allianz-Mensa, Allianz-Gojek, Bumiputera, Medicilin, dan Cigna. Padahal, berdasarkan laporan Oxford Bussiness Group bersama Halodoc, setengah dari 23% penduduk berpendapatan lebih dari  Rp 3,5 juta per bulan menggunakan asuransi ketika berobat.

Atas dasar itu, perlu sejumlah perbaikan demi penerapan layanan telemedicine yang lebih luas dan optimal. Pemerintah harus menggenjot penetrasi internet hingga ke pelosok Indonesia dan menyusun aturan yang lebih rigid soal penerapan telemedicine.

Terkait minimnya penerapan telemedicine oleh rumah sakit, PERSI berharap pemerintah melonggarkan penggunaan BPJS Kesehatan dalam layanan telemedicine. Apalagi, jumlah pasien yang menggunakan BPJS Kesehatan terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2014 jumlahnya 133,4 juta orang dan meningkat menjadi 156,79 juta orang setahun setelahnya.

Jumlah peserta BPJS Kesehatan kembali meningkat mencapai 171,94 juta orang pada 2016. Setahun setelahnya, jumlahnya menjadi 187,98 juta orang. Pada 2018, jumlahnya menjadi 208,05 juta orang dan naik lagi menjadi 224,15 juta orang pada tahun lalu.

Di sisi lain, layanan telemedicine juga perlu mempertimbangkan kerja sama dengan pihak asuransi swasta. Dengan demikian, jumlah pengguna layanan telemedicine bisa semakin meningkat ke depannya dan pelayanan kesehatan di negeri ini lebih memadai. 

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi