Advertisement
Advertisement
Analisis | Berbondong Jadi Petani saat Resesi Ekonomi Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Berbondong Jadi Petani saat Resesi Ekonomi

Foto: 123RF
Masyarakat beralih menjadi petani ketika terjadi krisis ekonomi. Pada masa Covid-19, pekerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan meningkat 2,8 juta orang per Agustus 2020.
Dimas Jarot Bayu
27 November 2020, 14.33
Button AI Summarize

“Pulang saja ke daerah perdesaan, di sana entah gimana pokoknya ada yang dikerjakan,” kata Suahasil.

Sebaliknya, menurut Suahasil, sektor pertanian kelebihan tenaga kerja ketika kondisi ekonomi sedang normal. Membuat para pekerjanya banyak berbondong ke kota dan beralih profesi. Hal ini menjelaskan data jumlah pekerja sektor ini yang terus menurun dalam delapan tahun terakhir dan mencapai titik terendah pada Agustus 2019 sebesar 35,45 juta orang. Selama waktu itu tak terjadi krisis ekonomi di Indonesia.   

Meski demikian, sejumlah perosalan mengintai di balik peningkatan jumlah petani saat krisis akibat Covid-19. Pertama, lahan sawah kian menyusut. BPS mencatat luas lahan baku sawah menurun dari 8,1 juta hektar pada 2015 menjadi 7,5 juta hektare empat tahun setelahnya.  

Kedua, upah sektor pertanian, perkebunan, dan perinkanan turun 5,95% akibat pandemi Covid-19. Menjadi yang turun kedelapan terbesar dari seluruh lapangan usaha. Rata-rata upah pekerja di sektor tersebut sebesar Rp 1.907.188 per bulan atau kedua terendah dari 12 lapangan pekerjaan utama yang ada. Artinya, sektor ini belum mampu sepenuhnya menjadi bantalan ekonomi dalam masa resesi.  

Minimnya kesejahteraan petani di kala pandemi pun tergambar dari nilai tukar petani (NTP) yang sempat menyentuh titik terendah pada Mei 2020 menjadi 99,47. Penyebabnya adalah penurunan indeks harga yang diterima petani (IT) lebih besar dari harga yang dibayar petani (IB). IT menurun 0,86% dan IB turun 0,01%. Petani terbilang sejahtera jika NTP menyentuh 100.

Maka, pemerintah perlu memperbaiki berbagai persoalan tersebut agar sektor pertanian benar-benar bisa menjadi bantalan ekonomi kala krisis. Begitu juga meningkatkan produksi pangan dalam negeri yang sedang menurun. Produksi padi, misalnya, hanya 45,45 juta ton gabah kering giling sepanjang Januari-September 2020. Menurun 1,49 juta ton atau 3,17% dari periode sama tahun lalu.

Peningkatan produksi akan berdampak pada penurunan rasio ketergantungan impor pangan yang masih cukup tinggi. Misalnya untuk komoditas kedelai yang meningkat dari 72,55% pada 2018 menjadi 88,12% setahun setelahnya, berdasarkan laporan SMERU Research Institute.  

Khusus masalah lahan baku sawah, pemerintah telah menginisiasi pembuatan lumbung pangan terintegrasi atau food estate dengan lahan seluas 164,6 ribu hektare di Kalimantan Tengah dan 30 ribu hektare di Sumatera Utara.  

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap, lumbung pangan tersebut dapat menghasilkan komoditas yang terdiversifikasi, yaitu mulai dari padi, buah-buahan, hingga ikan."Kita harapkan hasilnya bukan hanya padi, tapi ada jeruk dan kelapa, plus bawang merah," kata Jokowi di lumbung pangan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Kamis (8/10).

Pemerintah juga dapat menggunakan skema inclusive closed loop untuk menjaga ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani, peternak, dan nelayan. Dalam skema ini, petani tak hanya terhubung dengan pemerintah saja, namun dengan lembaga keuangan, perusahaan, hingga retail. Tujuannya adalah sinergi seluruh mata rantai pertanian agar menciptakan efisiensi dan peningkatan kualitas komoditas.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi