Advertisement
Advertisement
Analisis | Indonesia Darurat Ruang Perawatan Covid-19 Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Indonesia Darurat Ruang Perawatan Covid-19

Foto: Joshua Siringo Ringo/Katadata
Tingkat keterpakaian tempat tidur isolasi dan ICU di rumah sakit mencapai 62,7% secara nasional. Padahal ada potensi lonjakan kasus Covid-19 baru usai libur panjang akhir tahun lalu.
Dimas Jarot Bayu
6 Januari 2021, 08.41
Button AI Summarize

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga memperkirakan tingkat keterisian tempat tidur isolasi dan ICU RS akan melonjak dalam 10-14 hari pasca-libur Natal dan Tahun Baru 2021.

"Jadi kalau liburan selesai di tanggal 1 atau 2 Januari, (peningkatan keterpakaian tempat tidur isolasi dan ICU RS) ini akan terjadi sekitar tanggal 16-18 (Januari)," kata Budi dalam konferensi virtual, Senin (28/12).

Jika tingkat keterisian tempat tidur isolasi dan ICU RS terus naik, pasien yang terinfeksi corona dapat tidak tertangani dengan baik. Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, hal tersebut akan membuat semakin banyak orang yang meninggal dunia karena corona.

“Dampak buruk dari tidak tertangani ya kematian,” kata Dicky kepada Katadata.co.id, Senin (4/1).

Hingga 3 Desember 2020, jumlah orang yang telah meninggal dunia akibat corona di Indonesia mencapai 22.734 orang. Jumlah tersebut mencapai 3% dari total kasus positif corona di Tanah Air.

Guna mengantisipasi hal itu, Dicky menyarankan pemerintah untuk mencegah peningkatan penularan kasus corona. Dia juga meminta pemerintah melakukan penguatan fasilitas kesehatan untuk penanganan corona dengan menambah jumlah RS darurat di Indonesia.

Dicky juga menyarankan pemerintah bisa melakukan penguatan sistem deteksi corona yang meliputi peningkatan pemeriksaan dan RLI. “Kemudian upaya di masyarakat dengan pencegahan itu sudah enggak cukup 3M. Mobilitas, interaksi, dan kerumunan harus dibatasi, bahkan dicegah pada beberapa kondisi,” kata Dicky.

Lebih lanjut, Dicky meminta pemerintah menyiapkan skenario pemilahan pasien yang membutuhkan perawatan di RS. Hal serupa disarankan epidemiolog dari Universitas Indonesia Iwan Ariawan.

Menurut Iwan, tidak semua orang yang terinfeksi corona memerlukan perawatan di RS. Orang-orang dengan gejala corona ringan atau tanpa gejala bisa melakukan isolasi secara mandiri di rumah atau fasilitas yang telah disiapkan pemerintah.

“Sehingga yang masuk RS benar-benar yang butuh perawatan. Sayang kalau perawatannya dipakai untuk pasien Covid-19 yang tidak bergejala,” kata Iwan.

Di samping itu, Iwan berharap perbaikan sistem informasi untuk rujukan perawatan pasien corona di RS. Menurutnya, sistem informasi RS untuk rujukan perawatan pasien corona masih belum terintegrasi dengan baik selama ini.

Hal tersebut membuat orang yang terinfeksi corona kerap kesulitan mendapatkan perawatan di RS, meski tingkat keterpakaian tempat tidur isolasi dan ICU secara provinsi belum penuh.

 “Kita banyak mendapat cerita pasiennya dari satu RS ke RS lain mencari sendiri. Itu kan seharusnya tidak terjadi,” kata Iwan.

Iwan mengatakan, perbaikan sistem informasi  tersebut dapat dilakukan dari dua sisi. Dari sisi pemerintah, ia meminta ada aturan yang memudahkan proses berbagi informasi kapasitas tempat tidur isolasi dan ICU antar-RS.

Dari sisi pengelola RS, Iwan menilai perlu kemauan berbagi informasi kapasitas tempat tidur isolasi dan ICU, khususnya di masa pandemi corona.

“Kalau dari segi teknologi informasi zaman sekarang sudah tidak masalah untuk persoalan seperti itu,” kata dia.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi