Advertisement
Advertisement
Analisis | Potret Kemiskinan di Indonesia Akibat Covid-19 Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Potret Kemiskinan di Indonesia Akibat Covid-19

Foto: Joshua Siringo Ringo/Katadata
Tingkat kemiskinan di Indonesia kembali naik hingga menembus dua digit per September 2020. Rasio gini pun meningkat. Sementara PDB per kapita menurun.
Dwi Hadya Jayani
22 Februari 2021, 10.55
Button AI Summarize

Kedua, laju inflasi yang rendah. Tingkat inflasi umum sepanjang 2020 hanya melaju 1,68% (YoY). Kenaikan tertinggi pada inflasi bahan makanan yang sebesar 3,48% (YoY). Sebaliknya, tingkat inflasi inti yang mencerminkan sisi permintaan hanya tumbuh 1,6%.  

 “Artinya inflasi disebabkan permintaan melemah, tetapi pangan karena masalah pasokan jadi lebih mahal. Ini menggerus daya beli masyarakat rentan miskin, “ jelas Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira kepada Katadata.co.id Rabu (17/2).

Bhima menyebut sumbangan bahan makanan terhadap garis kemiskinan mencapai 73,87%, naik dari September 2019 yang sebesar 73,75%. Menjadi yang tertinggi dibandingkan komponen lain.

BPS mencatat garis kemiskinan (GK) pada September 2020 sebesar Rp 458.947 per kapita per bulan, naik 0,94% dibandingkan Maret 2020 dan naik 4,18% dibandingkan September 2019. Sumbangan terbesar dari makanan, biak di kota maupun perdesaan.

Dari jenis makanan, beras menjadi penyumbang terbesar garis kemiskinan dengan rasio 16,58% di perkotaan dan 21,89% di perdesaan. Artinya, beras masih menjadi kebutuhan utama masyarakat di desa dan kota dan pengeluaran mereka besar untuk itu, tapi mereka kian sulit membelinya.

 

Ketiga, tingkat pengangguran terbuka (TPT) meningkat. Pada Agustus 2020, BPS mencatat TPT Indonesia sebesar 7,07%. Angka ini meningkat 1,85% dibandingkan Agustus 2019 yang sebesar 5,23%. Tercatat pula jumlah pengangguran sebesar 2,56 juta.  Lalu, sebanyak 1,77 juta orang sementara tidak bekerja, 760 ribu bukan angkatan kerja, dan 24 juta lainnya mengalami pengurangan kerja. Para pengangguran baru selama pandemi Covid-19 tersebut kehilangan pendapatan dan menjadi orang miskin. 

Infografik-Wabah pengangguran di masa covid-19
Infografik-Wabah pengangguran di masa covid-19 (Katadata)

INDEF dalam laporan berjudul Jalan Terjal Pemulihan Ekonomi 2021 memproyeksikan tingkat kemiskinan pada 2021 meningkat menjadi 10,5%. Untuk mengantisipasi hal ini, Bhima merekomendasikan pemerintah menjaga inflasi pangan. Pasalnya, inflasi pangan sangat sensitif terhadap lonjakan angka kemiskinan.

Selain itu, menurut Bhima, perlu memperluas perlindungan sosial. Tidak hanya ditujukan kepada masyarakat miskin, tapi juga kepada mereka yang rentan miskin. Menurutnya, pemerintah perlu meingkatkan anggaran perlindungan sosial sebesar 50-70% dari realisasi tahun kemarin.  

Terkait hal ini, pemerintah masih menggelontorkan stimulus pemulihan ekonomi nasional (PEN) pada 2021. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, anggaran untuk PEN tahun ini mencapai Rp 688,33 triliun, meningkat dari alokasi tahun sebelumnya yang sebesar Rp 627,9 triliun.

“PEN 2021 tersebut difokuskan untuk lima bidang, yakni kesehatan, perlindungan sosial, program prioritas, insentif usaha, serta dukungan UMKM dan pembiayaan korporasi,” jelas Sri Mulyani mengutip Antara.

Perlindungan sosial dialokasikan sebesar Rp 150,21 triliun yang meliputi PKH bagi 10 juta kelompok penerima manfaat (KPM), kartu sembako, pra kerja, BLT Dana Desa, bansos tunai bagi 10 juta KPM, subsidi Pendidikan Jarak Jauh (PJJ), diskon listrik, serta iutan jaminan kehilangan pekerjaan.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi