Advertisement
Advertisement
Analisis | Untung Rugi Aturan Baru Pesangon bagi Buruh dan Perekonomian Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Untung Rugi Aturan Baru Pesangon bagi Buruh dan Perekonomian

Foto: Joshua Siringo Ringo/Katadata
Berkurangnya jumlah pesangon dalam aturan turunan UU Cipta Kerja akan menjamin semua pekerja korban PHK mendapat haknya. Di sisi lain, aturan ini bisa memicu lebih banyak PHK, mengancam kesejahteraan buruh, hingga mengerem pertumbuhan ekonomi.
Dwi Hadya Jayani
2 Maret 2021, 10.08
Button AI Summarize

PP 35/2021 juga sejalan dengan rekomendasi dari Bank Dunia, bahwa pengurangan pesangon bisa meningkatkan investasi lebih besar, produktivitas, dan kepatuhan yang lebih baik.   

Oleh karena itu, Sofyan yang juga pencetus awal UU Ciptaker mengasumsikan penurunan jumlah pesangon bisa menjamin semua korban PHK mendapat haknya dan meningkatkan investasi.   

Di sisi lain, PP 35/2021 mengancam perlindungan kepada pekerja. Tambahan efisiensi sebagai alasan PHK bakal membuat perusahaan lebih enteng mem-PHK karyawannya. Terlebih di tengah pandemi Covid-19, ketika banyak perusahaan sedang goyah akibat kondisi ekonomi yang sedang anjlok dan melakukan efisiensi untuk bertahan.

Hasil Analisis Survei Dampak Covid-19 terhadap Pelaku Usaha Jilid 2 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, 6,78% perusahaan berhenti beroperasi akibat pandemi. Sebanyak 11,63% perusahaan yang terdampak Covid-19 pada Juli hingga September 2020 pun mengambil langkah efisiensi dengan mengurangi tenaga kerja.

Pada Agustus 2020, BPS pun mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) meningkat 1,85% (YoY) menjadai 7,07%. Adapun masyarakat yang terdampak Covid-19 mencapai 29,12 juta dengan 2,56 juta di antaranya menganggur, 1,77 juta sementara tidak bekerja, 760 ribu bukan angkatan kerja, dan 24 juta kehilangan kerja.

Jumlah pesangon yang lebih rendah pun membuat kehidupan pekerja setelah di-PHK makin terancam dan bisa berdampak kepada ekonomi nasional. Daya beli mereka akan menurun yang berdampak kepada tingkat konsumsi rumah tangga. Sementara, konsumsi rumah tangga adalah penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi pengeluaran.

Pada kuartal II 2020 lalu misalnya, konsumsi rumah tangga menyumbang 57,85% terhadap PDB sebagaimana catatan BPS. Alhasil, ketika konsumsi rumah tangga saat itu terkontraksi 5,51%, ekonomi Indonesia pun tumbuh minus 5,32%.

Laju ekonomi pun masih melambat dan terus terkontraksi pada dua kuartal selanjutnya lantaran konsumsi rumah tangga masih minus. Membuat Indonesia belum mampu keluar dari jurang resesi ekonomi.    

Agar maksud baik dari PP 35/2021 bisa tercapai dan dampak buruk bisa dihindari, seperti rekomendasi Bank Dunia, pemerintah perlu lebih tegas menegakkan peraturan tersebut. Bank Dunia menyebut jika pemerintah tak melakukannya, maka tidak ada jaminan perusahaan mematuhinya meskipun nilai pesangon telah lebih rendah. Sehingga, buruh menjadi pihak paling dirugikan.

“Selain itu pembayaran bergantung pada kesediaan dan kemampuan perusahaan untuk membayar pesangon. Perusahaan yang mengalami kendala likuiditas tetap berpeluang kecil untuk membayar,” seperti dikutip dari laporan Bank Dunia.

Pada UU Ciptaker sanksi bagi perusahaan yang melanggar ketentuan pesangon tertuang di Pasal 185. Sanksi tersebut berupa pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun. Selain itu terdapat denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi