Advertisement
Advertisement
Analisis | Peluang Bangkitnya Industri Tekstil Indonesia karena Pandemi Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Peluang Bangkitnya Industri Tekstil Indonesia karena Pandemi

Foto: Joshua Siringo Ringo/Katadata
Industri tekstil dan pakaian jadi terpuruk selama pandemi Covid-19. Namun, sektor ini berpeluang bangkit melalui ekspor alat kesehatan, seperti APD dan masker.
Dimas Jarot Bayu
3 Maret 2021, 11.43
Button AI Summarize

Masalahnya, Indonesia masih belum mampu mengoptimalkan potensi tersebut. Sepanjang 2020, nilai ekspor alat kesehatan baru sebesar US$ 197,6 juta. Rinciannya, APD US$ 2,47 juta, pakaian bedah US$ 20,29 juta, masker beda US$ 75,19 juta, dan masker respirator N95 US$ 74,09 juta.

Kemudian, ekspor meltblown nonwoven yang terbuat dari filament buatan sebagai bahan baku masker mencapai US$ 16,97 juta. Sementara, ekspor meltblown selain filament buatan mencapai US$ 8,6 juta.

Nilai ekspor tersebut memang meningkat signifikan dibandingkan pada 2019 yang sebesar US$ 49,6 juta. Namun, nilai tersebut masih lebih kecil dari perkiraan potensi ekspor.

Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh mengakui persoalan tersebut. Menurut Elis, ekspor belum optimal lantaran permintaan alat kesehatan dari luar negeri masih minim.

Padahal, Elis meyakini kapasitas produksi di dalam negeri mampu melebihi jumlah saat ini apabila permintaannya meningkat. “Industri alat kesehatan siap untuk support dan all out untuk produksi memenuhi demand tersebut,” kata Elis ketika dihubungi Katadata.co.id, Senin (1/3).

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman juga menyatakan hal serupa. Menurutnya, permintaan ekspor masker dan APD masih terbatas.

Rizal menyatakan hal itu karena Indonesia kalah bersaing dengan pemain ekspor masker dan APD lain. Sebagai contoh, Tiongkok tercatat mampu mengekspor lebih dari 220 miliar masker wajah dengan nilai 340 juta yuan atau setara US$ 52,6 miliar sepanjang 2020, sebagaimana dilansir dari Bloomberg. Jumlah itu setara dengan 40 masker untuk setiap orang di dunia.

Selain itu, Tiongkok mengekspor 2,3 miliar APD pada tahun yang sama. Nilai ekspor APD dari Negeri Tirai Bambu sekitar 100 juta yuan atau setara US$ 15,2 miliar.

“Produsen APD dan masker (dari negara) yang lain juga besar share-nya,” kata Rizal.

Guna mendorong ekspor alat kesehatan nasional, Rizal menilai pemerintah perlu mendorong promosi dagang oleh atase-atase perdagangan Indonesia di berbagai negara.

Sepanjang 2020, kinerja sebagian besar atase perdagangan dan Pusat Promosi Perdagangan Indonesia (ITPC) memang masih belum begitu baik dalam catatan Kementerian Perdaganangan.  

Hanya 11 dari 33 negara yang membukukan rapor hijau, antara lain Tiongkok (15,59%), Amerika Serikat (4,58%), Belanda (0,01%), Swiss (223,76%), Jerman (2,16%), Australia (14,52%), Belgia (15,05%), Brasil (1,25%), Mesir (4,33%), Rusia (12,73%), dan Chili (14,28%).

“Paling mungkin ya promo dagang dengan atase perdagangan kita di negara lain. Itu yang bisa dilakukan sekarang,” kata Rizal.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi