Advertisement
Advertisement
Analisis | Risiko-risiko Masa Depan Pelajar Indonesia Pasca-Pandemi Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Risiko-risiko Masa Depan Pelajar Indonesia Pasca-Pandemi

Foto: Ilustrasi: Feodora Chiosea/123RF
Masa depan pelajar Indonesia terancam pandemi Covid-19. Pembelajaran jarak jauh akibat penutupan sekolah dapat mengganggu kemampuan pelajar, terutama keterampilan mereka di dunia kerja mendatang.
Dwi Hadya Jayani
2 Mei 2021, 07.45
Button AI Summarize

Dampak lain dari PJJ adalah berkurangnya kualitas pendidikan yang diterima siswa. Dalam Human Capital Index 2020 dari Bank Dunia, rata-rata lama bersekolah di Indonesia diukur dari expected years of school selama 12,4 tahun.

Namun Bank Dunia menjelaskan bahwa bersekolah tidak sama dengan belajar. Meskipun rata-rata bersekolah mencapai 12,4 tahun, tetapi pembelajaran yang diterima hanya setara dengan 7,8 tahun belajar. Pembelajaran ini diukur dengan indikator Learning-Adjusted Years of Schooling (LAYS).

Dengan adanya penutupan sekolah selama pandemi, maka kualitas pembelajaran pun ikut menurun. Bank Pembangunan Asia (ADB) memprediksi, tingkat LAYS Indonesia berpotensi turun 0,22 poin sampai 0,48 poin selama pandemi dari basis 7,8 tahun pada saat sebelum pandemi terjadi.

Semakin rendah kualitas pendidikan, akan berdampak ke kondisi perekonomian mereka di masa depan. ADB memprediksi rata-rata pendapatan siswa yang sekarang mengalami penurunan kualitas pembelajaran berpotensi hilang antara US$ 41 sampai US$ 89 per tahun. Secara agregat, potensi pendapatan seumur hidup yang hilang mencapai US$ 25,6-55,2 miliar atau sekitar 2-5% jika diukur terhadap PDB Indonesia 2019.  

“Segala hal yang mereka pelajari selama mengikuti pendidikan, akan menjadi faktor penentu keterampilan yang mereka miliki saat memasuki dunia kerja ketika dewasa,” tulis Bank Dunia dalam laporannya.

Oleh karenanya, diperlukan strategi untuk memulihkan mutu pembelajaran siswa. Pemerintah memang telah memberikan lampu hijau pembelajaran tatap muka (PTM). Namun karena sifatnya terbatas, diperlukan kerja lebih keras untuk meningkatkan pemahaman siswa pada proses belajar mengajar.

Bank Dunia merekomendasikan pemerintah untuk fokus kepada mekanisme pembelajaran di seluruh sistem pendidikan. Sekaligus memastikan tidak ada anak yang tertinggal, terutama dari keluarga miskin, daerah terpencil, dan penyandang disabilitas.

Selain itu, Indonesia dapat menggunakan penilaian dari siswa agar guru dan kepala sekolah mengetahui apa yang siswa belum kuasai. Selanjutnya, terdapat dukungan khusus untuk siswa yang membutuhkan bantuan lebih lanjut. “Ini sangat penting sebagai upaya pemulihan pendidikan dari dampak Covid-19,” tulis Bank Dunia.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira