Advertisement
Advertisement
Analisis | Peluang Indonesia Jadi Kekuatan Ekonomi Dunia Pasca-Pandemi Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Peluang Indonesia Jadi Kekuatan Ekonomi Dunia Pasca-Pandemi

Foto: Ilustrasi: Joshua Siringo Ringo/ Katadata
Indonesia perlu mengembalikan pertumbuhan ekonomi seperti kondisi sebelum pandemi. Jika mampu, McKinsey memprediksi Indonesia berpotensi menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia pada 2030.
Andrea Lidwina
5 Mei 2021, 15.41
Button AI Summarize

Ketiga, pemulihan pariwisata di dalam negeri bisa dimulai dari kunjungan wisatawan domestik. Pembatasan sosial serta penutupan sementara pintu masuk dari dan ke berbagai negara membuat kunjungan wisatawan mancanegara belum dapat kembali normal seperti sebelum pandemi.

Badan Pusat Statistik (BPS) pun mencatat jumlah kunjungan wisatawan domestik selalu hampir 20 kali lipat dari turis asing dalam beberapa tahun terakhir. Namun, kunjungan tersebut masih terpusat di destinasi di Pulau Jawa. Pemerintah perlu menggencarkan promosi destinasi yang kurang populer bagi turis dalam negeri, seperti Nusa Tenggara dan Sulawesi. 

DAMPAK VIRUS CORONA BAGI PARIWISATA BALI

Pariwisata Bali terimbas pandemi Covid-19. (ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)

Inovasi Industri

Sejumlah UMKM terpaksa menyetop produksi, tutup sementara, bahkan gulung tikar imbas pandemi Covid-19. Mereka membutuhkan terobosan baru dalam adopsi digital dan teknologi untuk mendorong penjualan dan bangkit dari keterpurukan krisis kesehatan ini.

Menurut McKinsey, sebanyak 0,1% UMKM di Indonesia sudah mulai menggunakan platform digital untuk bertransaksi. Namun, jumlah itu masih jauh dari standar global yang sebesar 1-2%. Padahal, lembaga ini memprediksi adopsi digital dan teknologi bisa memberikan tambahan US$ 140 miliar pada output UMKM di Indonesia.

Perluasan inovasi ini pun penting dilakukan pemerintah dan penyedia layanan e-commerce. Sebagian besar UMKM dalam riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mengatakan masih membutuhkan internet yang terjangkau untuk mendukung usahanya. Tak hanya itu, pelatihan bagi pelaku usaha dan karyawannya juga harus terus diadakan.

Adopsi teknologi industri 4.0 juga penting bagi sektor manufaktur. “Di Indonesia, teknologi ini memiliki potensi untuk mendorong produktivitas hingga 40-70%, menambah 20 juta lapangan kerja pada 2030, dan menambah US$ 120 miliar pada perekonomian setiap tahun,” tulis McKinsey.

Namun, baru 21% perusahaan di sektor manufaktur yang mengimplementasikan industri 4.0 dalam proses produksinya. Persentase tersebut lebih rendah dari sejumlah negara Asia, seperti Korea Selatan (30%), Jepang (40%), Singapura (50%), dan Tiongkok (56%).

Rendahnya implementasi tersebut terjadi karena perusahaan belum mampu menggunakan teknologi ini untuk kebutuhan lainnya sehingga justru menambah beban biaya produksi. Kemudian, perusahaan juga belum menemukan tenaga kerja yang bisa mengoperasikan serta belum melakukan transformasi digital secara efektif dan menyeluruh.

McKinsey menyebutkan pemerintah bisa mendorong perluasan penggunaan industri 4.0 melalui Pusat Inovasi Digital Industri 4.0 (PIDI 4.0) milik Kementerian Perindustrian. Tempat ini dirancang untuk membantu perusahaan dan pekerjaan dalam menggunakan teknologi digital dalam kegiatan produksi.

Berdasarkan situs Kementerian Perindustrian, PIDI 4.0 ditargetkan meningkatkan pengetahuan tujuh ribu perusahaan terkait industri 4.0, melatih lebih dari 400 ribu pekerja dari empat ribu perusahaan, dan melakukan transformasi digital pada dua ribu perusahaan. 


Pandemi Covid-19 telah mengombang-ambingkan perekonomian Indonesia, tetapi masih ada peluang menuju kondisi yang lebih baik. Pemerintah perlu memanfaatkan dampak dan perubahan akibat pandemi menjadi potensi dan kesempatan ekonomi untuk jangka panjang. Dengan begitu, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira