Advertisement
Advertisement
Analisis | Bahaya Kesehatan Mengintai Saat Olahraga Pagi Hari di Jakarta Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Bahaya Kesehatan Mengintai Saat Olahraga Pagi Hari di Jakarta

Foto: Ilustrasi: Joshua Siringo Ringo/ Katadata
Hobi olahraga di pagi hari di Jakarta dan sekitarnya ternyata menyimpan risiko yang bisa mengancam kondisi kesehatan. Penyebabnya tingkat polusi udara di Jabodetabek yang tinggi meski di tengah pandemi dan menurunnya aktivitas ekonomi.
Andrea Lidwina
17 Mei 2021, 20.25
Button AI Summarize

Dengan kondisi itu, masyarakat perlu memerhatikan kualitas udara sesuai waktu dan lokasi olahraga. Pengukuran kualitas udara juga bertujuan menentukan durasi olahraga agar tetap dapat memberikan manfaat, dan minim risiko bagi kesehatan. Penelitian dari Universitas Cambridge pada 2016 menyimpulkan durasi tersebut berdasarkan tipping point dan breakeven point.

Jika aktivitas olahraga sampai pada tipping point, maka manfaat kesehatan yang diperoleh pun sudah mencapai titik maksimal. Aktivitas yang dilakukan melebihi durasi atau titik itu tidak akan menambah manfaat apa pun. Lokasi dengan konsentrasi PM2.5 sekitar 50 µg/m³ mencapai tipping point setelah 75 menit, sementara konsentrasi 100 µg/m³ dan 165 µg/m³ maksimal selama 30 menit.

Selanjutnya, breakeven point. Aktivitas olahraga yang melampaui titik ini berpotensi menimbulkan risiko kesehatan lebih besar dari polusi udara dibandingkan manfaat dari aktivitas itu sendiri. Semakin tinggi konsentrasi PM2.5 di suatu lokasi, maka durasi untuk mencapai breakeven point juga kian cepat.


Manusia mengonsumsi lebih banyak oksigen ketika berolahraga yang bertujuan menghasilkan energi untuk otot dan mengirimkan ke dalam darah. Menurut perhitungan Nafas, jumlah konsumsi udara selama dua jam olahraga intens (bersepeda, berlari, bermain sepak bola, dan lain-lain) sama dengan 24 jam aktivitas sehari-hari. Karena itu, berolahraga di wilayah berkualitas udara buruk bisa meningkatkan asupan polutan PM2.5 ke dalam tubuh.

Polutan yang menumpuk dalam tubuh manusia lantas menyebabkan masalah kesehatan. Seseorang bisa menderita batuk terus-menerus, asma, bahkan bronkitis kronis, penyakit jantung, stroke, hingga kanker paru-paru. Air Quality Life Index (AQLI) memprediksi penduduk Jakarta mengalami penurunan angka harapan hidup sebesar 4,9 tahun akibat polusi udara pada 2020.

Greenpeace Asia Tenggara juga memperkirakan polusi udara bisa menyebabkan 13 ribu kematian di Jakarta pada 2020. Kerugian ekonomi akibat berkurangnya produktivitas dari total kematian tersebut pun mencapai US$ 3,4 miliar.

“Perkiraan ini menunjukkan perlunya penekanan publik yang lebih besar pada pencegahan dan pengendalian polusi udara serta investasi dalam pembersihan dan teknologi pemantauan udara,” kata lembaga tersebut, seperti dikutip dari IQAir.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira