Advertisement
Advertisement
Analisis | Masa Depan Cerah Gim Online di Indonesia Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Masa Depan Cerah Gim Online di Indonesia

Foto: Ilustrasi: Andre Rahman Tamatalo/ Katadata
Pasar gim online di Indonesia memiliki potensi besar. We are Social dan Hootsuite memperkirakan 60% pengguna internet di tanah air aktif memainkan gim di gawainya. Tapi, porsi gim lokal sedikit. Mayoritas aplikasi gim produksi luar negeri.
Dimas Jarot Bayu
8 Juni 2021, 10.05
Button AI Summarize

Adapun, Arief memperkirakan modal yang masuk ke industri gim lokal hanya US$ 2 juta dalam setahun. Angkanya jauh dibandingkan investasi ke industri gim di Tiongkok, Korea Selatan, dan Vietnam yang masing-masing sebesar US$ 5 miliar, US$ 1 miliar, dan US$ 50 juta.

Minimnya investasi membuat biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi gim tak sampai Rp 10 juta per tahunnya. Hal tersebut membuat kualitas gim sulit bersaing dengan produk asing.

Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menambahkan, industri lokal kesulitan melakukan promosi lantaran tingginya biaya. “Ini yang membuat banyak (pengguna) yang lebih minati gim dari luar,” kata dia kepada Katadata.co.id pada Selasa, 1 Juni 2021.


Terhambat Pandemi Corona

Persoalan yang dihadapi industri gim lokal bertambah seiring pandemi Covid-19. Dalam laporan "Peta Ekosistem Industri Game 2020" yang disusun Kominfo, LIPI, dan Asosiasi Game Indonesia (AGI), sekitar 57% perusahaan mengalami penurunan produktivitas selama masa pagebluk.

Kondisi ini terjadi lantaran banyak perusahaan gim yang tidak bisa melakukan kegiatan produksi secara jarak jauh. Ditambah lagi, infrastruktur dinilai tidak memadai untuk karyawan bekerja dari rumah.

Perusahaan, khususnya yang berskala mikro, terkendala dalam pemasaran. Penyebabnya promosi gim selama ini lebih banyak mengandalkan acara fisik ketimbang virtual.

“Tidak ada event fisik seperti pameran. Sementara perusahaan klien cenderung berhati-hati mengeluarkan uangnya. Akibatnya lebih sulit mendapatkan klien,” kata Ketua Umum AGI Cipto Adiguno saat dihubungi Katadata.co.id pada Senin, 31 Mei 2021.

Berbagai kendala tersebut membuat waktu pengerjaan gim semakin panjang, sehingga biaya produksi dan operasional semakin membengkak. Sejumlah perusahaan pun terpaksa memundurkan jadwal rilis produknya atau memperpanjang masa produksi. Bahkan ada yang menghentikan produksi sehingga harus mengurangi tenaga kerja.

Atas dasar itu, pelaku industri berharap intervensi pemerintah, terutama dalam hal pendanaan yang selama ini mayoritas berasal dari kocek pribadi. Selain itu ada promosi yang intensif, baik secara offline maupun online.

Pemerintah juga diharapkan perlu mendorong pengembangan sumber daya manusia (SDM) dari berbagai macam kompetensi untuk menghasilkan produk gim. “Terlebih kesediaan dari universitas masih terbatas, karena banyak konsentrasi keilmuan yang tidak eksplisit memenuhi kebutuhan industri,” tulis laporan penelitian Kemenkominfo, Lipi, dan AGI tersebut.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira