Advertisement
Advertisement
Analisis | Alarm Bahaya dari Tumbangnya Tenaga Kesehatan saat Ledakan Covid-19 Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Alarm Bahaya dari Tumbangnya Tenaga Kesehatan saat Ledakan Covid-19

Foto: Joshua Siringo Ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Seiring ledakan kasus Covid-19, rumah sakit membeludak menampung para pasien. Kondisi ini menyebabkan tenaga kesehatan (nakes) kewalahan, hingga ikut tertular dan akhirnya meninggal dunia. Alarm darurat bagi sistem kesehatan di Indonesia.
Annissa Mutia
9 Juli 2021, 14.46
Button AI Summarize

“Karena transmisi komunitas kita sudah pada level parah. Kita sudah sejak April 2020 lalu di community transmission ini sudah tidak bisa mendeteksi sebagian besar kasus infeksi dan kluster memang. Nah cara menekannya ya 3T dan 5M yang harus kita lakukan sejak awal,” kata Dicky.

Permasalahan lainnya, banyak nakes terinfeksi virus corona karena ada penambahan beban merawat pasien Covid-19 dan jam kerja yang berpengaruh terhadap imunitas nakes.

Penambahan tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) di rumah sakit akibat ledakan kasus Covid-19 sejak libur lebaran tidak dibarengi oleh tambahan nakes yang kompeten.

Selain itu, ada juga para nakes juga tertular virus corona dari orang-orang terdekat seperti keluarga atau ketika beraktivitas di luar jam kerja.

Varian Baru Corona Lumpuhkan Tenaga Kesehatan

Risiko yang dihadapi para nakes saat ini, diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pada gelombang pertama. Terlebih, adanya mutasi virus berupa varian baru yang menjadi perhatian (variant of concern/VOC) seperti varian Delta dan Kappa yang dipastikan lebih cepat menular.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat ada 11 varian baru virus corona yang bermutasi dari virus aslinya. Varian-varian baru tersebut terbukti memiliki kemampuan untuk menular lebih luas. Laporan Kementerian Kesehatan, hingga 4 Juli 2021, telah mendeteksi ada 463 sekuens varian baru virus corona Covid-19 yang menjadi perhatian VOC.

Ada tiga varian baru yang ditemukan, yaitu Kappa, Eta, dan lota. Namun, varian Delta (B.1.617.2) masih mendominasi dengan 398 sekuens. Varian asal India tersebut paling banyak ditemukan di DKI Jakarta, yaitu sebanyak 190 sekuens. Kemudian Jawa Barat dan Jawa Tengah masing-masing ada 101 sekuens dan 80 sekuens.

“Yang jadi VoC (perhatian) dunia atau WHO saat ini varian Alfa, Beta, Gamma, dan Delta. Dari sisi tingkat yang paling serius ya Delta,” kata Dicky.

Keempat varian tersebut, lanjut dia, sudah terbukti tingkat penularannya lebih tinggi dibanding virus yang di Wuhan. Apalagi virulensi-nya (tingkat keparahan infeksi) juga meningkat.

“Virus-virus baru ini juga mampu menurunkan efektivitas dari strategi public health Misalnya seperti waktu lockdown masih ada peningkatan kasusnya. Itu yang terjadi di London dan India,” ucap Dicky. 

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa varian virus baru tersebut sebetulnya menimbulkan gejala terpapar yang hampir mirip. Akan tetapi, varian Delta menimbulkan gejala gangguan kesehatan yang lebih berat, seperti sesak nafas. Akibatnya, banyak orang yang terpapar virus ini memerlukan pertolongan ke fasilitas kesehatan.

“Di bawah VoC ada Varian of Interest, yaitu ada Kappa, Eta, Lota, dan Lambda. Tapi ada dua varian yang kemungkinan bisa berubah menjadi VoC atau perlu diwaspadai, yaitu varian Kappa dan Lambda, karena dua ini cepat menular,” kata Dicky.

Kedua varian ini ada potensi seperti Delta atau mungkin malah meningkat. Kemungkinan juga untuk Lambda berpotensi memiliki vatalitas yang lebih tinggi. “Ini terlihat di Amerika Latin, seperti di Chile angka kematiannya tinggi sekali,” terang Dicky.

Selain itu, varian Delta juga bisa menurunkan respons alami imunitas tubuh. Pada akhirnya mempengaruhi seseorang bisa terinfeksi Covid-19 lagi, dan varian ini bisa menurunkan efektivitas vaksin.

Dia menyarankan agar tenaga kesehatan mendapatkan proteksi tambahan dengan booster. Booster tersebut dapat berupa vaksin lagi, terutama yang bisa menahan dari varian baru.

“Kalau Sinovac belum ada yang efektif untuk varian baru, nakes bisa dikasih vaksin lain saja, seperti Pfizer yang lebih efektif lawan varian baru,” kata Dicky.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira