Advertisement
Advertisement
Analisis | Mencari Sistem Kerja yang Sehat saat Pandemi Melandai Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Mencari Sistem Kerja yang Sehat saat Pandemi Melandai

Foto: Joshua Siringo-ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Karyawan berharap perusahaan menerapkan sistem bekerja yang fleksibel, yakni kombinasi bekerja jarak jauh dan bekerja di kantor pasca-pandemi Covid-19. Sistem bekerja dari rumah (WFH) sejak pandemi setahun lalu menimbulkan kejenuhan digital yang berdampak besar bagi karyawan.
Cindy Mutia Annur
13 Oktober 2021, 08.25
Button AI Summarize

CEO Microsoft Satya Nadella mengatakan, perusahaan perlu menyejahterakan karyawannya agar dapat mendorong produktivitas mereka secara lebih luas. “Semua ini perlu dilakukan dengan fleksibilitas kapan, di mana, dan bagaimana orang bekerja,” ujar Satya dalam laporan tersebut.

Ada berbagai hal yang mungkin menjadi penghambat apabila bekerja di rumah secara terus-menerus. Salah satunya kesulitan berkomunikasi secara langsung dengan tim kerja. Selain itu, kurangnya interaksi sosial juga membuat karyawan kurang bersemangat untuk bekerja. 

Seperti Ranita Niky Putri (24), staf di salah satu perusahaan logistik, merasa bahwa sistem bekerja jarak jauh yang sering menyulitkannya untuk berkoordinasi dengan tim. “Jadi bisa timbul miskomunikasi atau ada rekan kerja yang kelupaan dengan pekerjaannya,” ujar Ranita kepada Katadata.co.id, Jumat 1 Oktober 2021 lalu.

Untungnya, perusahaan tempat Ranita bekerja kini telah menerapkan sistem hybrid working. Menurutnya, sistem bekerja seperti ini cukup mengurangi beban ongkos, energi, dan waktu saat perjalanan ke kantor karena perusahaan hanya mengizinkan karyawan ke kantor maksimal tiga kali dalam sepekan.

Hasil survei Jobstreet pada tahun ini menunjukkan, aktivitas hybrid working pada pekerja Indonesia meningkat dari 21% pada sebelum pandemi menjadi 41% setelah pandemi. Ini artinya, tren hybrid working semakin diminati perusahaan di masa pasca-Covid-19.

Para pekerja junior atau Generasi Z adalah yang paling rentan terhadap sistem kerja jarak jauh. Sebagai generasi yang baru memasuki dunia kerja, sistem kerja jarak jauh menyebabkan kebingungan. Hal ini lantaran mereka tidak mendapatkan orientasi dan pelatihan kerja secara langsung. Hal ini sekaligus membuat mereka sulit untuk merasa terhubung dengan jaringan tim kerjanya.

Padahal, menurut Microsoft, generasi muda ini mampu menawarkan perspektif baru serta memiliki kontribusi yang penting bagi perusahaan. “Memastikan bahwa generasi Z merasakan tujuan dan kesejahteraan adalah kewajiban bagi perusahaan yang mendesak dalam peralihan ke hybrid working,” ujar Microsoft dalam laporannya.

Mendorong Produktivitas tapi Nyaman Buat Pekerja

Berkurangnya interaksi antarpekerja dapat berdampak terhadap inovasi perusahaan. Riset Microsoft juga menemukan bahwa responden yang merasa paling produktif memiliki hubungan kerja dan perasaan inklusi di tempat kerja yang kuat. 

“Ketika Anda kehilangan koneksi, Anda berhenti berinovasi. Tidak ada ide baru yang masuk dan pemikiran kelompok menjadi kemungkinan yang serius,” ujar peneliti utama senior Microsoft, Nancy Baym. Menurut Nancy, obrolan santai antarpekerja secara tak langsung dapat memacu ide dan percakapan.

Oleh karena itu, Microsoft menilai, perusahaan harus mencari cara untuk mendorong modal sosial, kolaborasi lintas tim, dan ide berbagi spontan yang mendorong inovasi tempat kerja selama beberapa waktu ke depan. Apalagi, lewat sistem kerja hibrida juga dapat membantu kembali menghidupkan kembali jaringan kerja mereka.

Tak hanya itu, interaksi yang tulus juga dapat memacu kenyamanan dan produktivitas dalam bekerja. Riset Microsoft menunjukkan bahwa adanya hubungan yang lebih dekat dengan rekan kerja dapat memacu produktivitas kerja yang lebih tinggi yakni hingga 23%.

Hybrid working dinilai dapat membuka potensi dan bakat yang luas bagi perusahaan. Survei tersebut menunjukkan, sebanyak 46% responden berencana untuk pindah ke lokasi kerja baru tahun ini karena mereka tak perlu lagi meninggalkan rumah untuk berkarier.

Menurut Microsoft, pergeseran mendasar ini memperluas kesempatan ekonomi bagi individu. Sedangkan bagi perusahaan memungkinkan untuk membangun tim berkinerja tinggi dan beragam dari berbagai kumpulan talenta.

Analisis yang dilakukan LinkedIn menunjukkan bahwa wanita, generasi Z, dan mereka yang tidak memiliki gelar sarjana sebagai kelompok terbanyak yang kemungkinan akan melamar pekerjaan tersebut. “Pekerjaan jarak jauh dan pola migrasi membuka begitu banyak pekerjaan menarik bagi orang-orang yang mungkin kesulitan mendapatkan akses ke sana,” ujar Senior Editor At Large LinkedIn George Anders.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira