Advertisement
Advertisement
Analisis | Mengapa Orang Maluku Utara Paling Bahagia di Indonesia? Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Mengapa Orang Maluku Utara Paling Bahagia di Indonesia?

Foto: Joshua Siringo-ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Provinsi Maluku Utara memiliki indeks kebahagiaan tertinggi di Indonesia berdasarkan survei BPS. Padahal, secara ekonomi, Maluku Utara merupakan salah satu provinsi dengan tingkat pendapatan per kapita terendah.
Cindy Mutia Annur
24 Januari 2022, 13.11
Button AI Summarize

Hatib mengatakan, lansekap kepulauan di Maluku Utara membuat jarak antara pantai dan gunung tidak berjauhan. Hal ini pun memungkinkan masyarakat rural setempat memiliki dua model mata pencaharian yakni di kebun dan di laut sekaligus.  

Keempat, lebih dekat dengan keluarga (stay close to the family). Bagi orang Maluku Utara, Hatib menjelaskan, keluarga dan marga merupakan tali pengikat paling kuat. Ikatan dalam marga atau antarkomunitas menjadi jembatan untuk melebarkan jaringan-jaringan sosial dan ekonomi. 

“Meskipun dari sisi buruknya, ikatan ini cenderung menjurus ke bentuk nepotisme di kantor-kantor pendidikan dan birokrasi,” ujar Hatib. Dia mencontohkan, banyak pegawai negeri yang ingin melakukan mutasi agar ditempatkan dekat dengan keluarganya sehingga mereka tak merasa kesepian.

Kelima, seringnya ke tempat ibadah (going to the church/mosque often). Menurut data BPS, terdapat 2.364 tempat peribadatan di Maluku Utara pada 2019 lalu. Rinciannya yakni terdapat 1.078 unit masjid, 609 unit musala, 590 unit gereja protestan, 85 unit gereja katolik, dan masing-masing 1 unit pura dan klenteng.

Meski jumlah tempat peribadatan di Maluku Utara tak sebanyak provinsi lainnya, namun intensitas masyarakat setempat untuk ke tempat ibadah tergolong cukup tinggi. Hal inilah, menurut Hatib, yang menjadi faktor masyarakat di provinsi ini merasa bahagia.

Selain untuk beribadah, Hatib melanjutkan, tempat ibadah juga merupakan tempat silaturahmi dan berbagi informasi antarsesama umat.Dengan beragama, seseorang bukan hanya mempunyai makna dan tujuan dalam hidup, tapi juga kegembiraan,” ujar Hatib. 

Keenam, faktor-faktor sosial lainnya (assorted social factors) yang tidak berhubungan langsung dengan faktor ekonomi. Dia mencontohkan, orang Maluku lebih bahagia karena mereka tidak bercerai.

Data BPS menunjukkan, angka talak dan perceraian di Maluku Utara tergolong rendah yakni sebanyak 948 pasangan pada 2016. Angka tersebut menempatkan provinsi ini menduduki peringkat ke-8 terendah di antara provinsi lainnya.

Selain itu, menurut Hatib, kebahagiaan juga didapat jika seseorang mempunyai teman kaya, karena jika dia sendirian yang kaya akan menjadi beban untuk dirinya sendiri.  

Selain itu, orang di kampung juga lebih bahagia ketika mereka melakukan gotong royong membangun rumah. “Isi perbincangan selama masohi (gotong royong) jauh lebih menunjukkan ekspresi bahagia dibanding isi perbincangan para pedagang di pasar yang penuh dengan kompetisi,” ujar Hatib.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira