Ketimpangan dan Pajak
Besarnya porsi kekayaan para konglomerat terhadap PDB mengindikasikan masih tingginya ketimpangan di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin mencapai 26,4 juta orang per September 2022. Jumlah ini setara 9,57% dari total 275,77 juta penduduk Indonesia.
Rasio gini yang merupakan indikator tingkat ketimpangan pengeluaran, juga masih relatif tinggi. Per September 2022 angkanya masih sebesar 0,381 poin sama dengan posisi tahun sebelumnya.
Salah satu upaya pemerintah mengurangi ketimpangan dilakukan dengan instrumen pajak. Mulai 1 Januari 2023, pemerintah menaikkan tarif maksimal pajak penghasilan (PPh) orang pribadi dari 30% menjadi 35%.
Nantinya orang pribadi yang memiliki penghasilan di atas Rp5 miliar akan dikenakan pajak 35%. Ditjen Pajak mencatat, terdapat 1.119 orang di Indonesia yang memiliki penghasilan di atas Rp5 miliar pada 2022. Pemerintah optimistis peningkatan tarif pajak dapat mengikis ketimpangan sosial.
“Dalam UU sebelumnya, orang super kaya di Indonesia menanggung beban pajak sama dengan mereka yang memiliki penghasilan di atas Rp 500 juta setahun, yaitu dikenakan tarif pajak 30% saja,” tulis Direktorat Jenderal Pajak melalui akun Twitter resminya pada 5 Januari 2023.
Ditjen Pajak menyebutkan selama ini kontribusi PPh orang pribadi masih kecil. Untuk PPh orang pribadi karyawan (PPh21) sebesar 24%, sedangkan PPh orang pribadi non-karyawan sebesar 2%.
Begitu pula dengan tingkat kepatuhannya. Rasio kepatuhan formal PPh orang pribadi non-karyawan tercatat turun dari 61,5% pada 2017 menjadi 45,5% pada 2022. Sedangkan rasio kepatuhan PPh orang pribadi karyawan lebih besar yaitu 98,7% pada 2021. Rasionya naik dari tahun 2017 yang hanya 74,9%.
Editor: Aria W. Yudhistira