Advertisement
Advertisement
Analisis | Ironi ‘Fatherless Country’ dalam Citra Keluarga Ideal Indonesia Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Ironi ‘Fatherless Country’ dalam Citra Keluarga Ideal Indonesia

Foto: Joshua Siringo ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Peran ayah dianggap minim dalam pengasuhan anak di Indonesia. Salah satu penyebab Indonesia menjadi negara tanpa ayah atau fatherless country ini adalah budaya patriarki yang kuat. Ayah kepala keluarga dan pencari nafkah utama, sedangkan ibu menjadi pengurus rumah tangga hingga mengasuh anak-anak. Padahal kehadiran sosok ayah sangat penting bagi tumbuh kembang fisik maupun emosional anak.
Andrea Lidwina
15 Mei 2023, 11.59
Button AI Summarize

Meski begitu, menurut Rutgers Indonesia, anak yang tinggal bersama ayahnya belum tentu diasuh atau dirawat langsung oleh sang ayah. “Ayah mungkin akan menyerahkan perawatan anak sehari-hari pada kerabat perempuan mereka,” tulis organisasi tersebut. 

Adapun, data terbaru BPS yang diolah Kementerian PPPA hanya menyebutkan persentase anak yang tidak tinggal bersama kedua orang tuanya, yakni 3,8% pada 2021. Data tersebut tak lagi membedakan antara anak yang tinggal bersama ibu atau ayah kandungnya.

Peran Penting Ayah Bagi Anak

Ayah memiliki peran yang sama pentingnya dengan ibu dalam tumbuh-kembang anak. Peran itu bisa ditunjukkan dengan menghabiskan waktu dan berkegiatan bersama anak. Misalnya, makan bersama, berbincang-bincang, mengajari atau menemani anak mengerjakan tugas sekolah, serta berekreasi.

Namun, ayah seringkali hanya punya sedikit waktu, tidak punya waktu, atau bahkan tidak menyediakan waktu untuk hal tersebut, lantaran harus bekerja dan mengamini budaya patriarki yang mengakar di masyarakat.

Hasil riset yang dilakukan Dotti Sani dan Treas (2016) bertajuk “Educational Gradients in Parents’ Child-Care Time Across Countries, 1965–2012” di Journal of Marriage and Family menunjukkan waktu yang dihabiskan anak bersama ayah lebih sedikit dibandingkan bersama ibu di beberapa negara.

Di Amerika Serikat, para ibu rata-rata menghabiskan waktu untuk mengurus anaknya selama 104 menit per hari, sedangkan ayah hanya 59 menit per hari pada sekitar 1998-1999. Prancis memiliki perbedaan waktu yang lebih buruk, yakni 106 menit per hari untuk ibu berbanding 29 menit per hari untuk ayah.

Pola serupa pun terjadi di negara-negara Nordik, yakni Denmark dan Norwegia, yang umumnya punya rapor baik soal kesetaraan gender dalam masyarakatnya.

Meski begitu, Dotti Sani dan Treas menemukan waktu yang dihabiskan anak bersama ayah mengalami peningkatan pada tahun-tahun berikutnya, bahkan sejumlah negara mencapai 100 menit per hari.

Tidak hanya kuantitas, kualitas waktu yang dihabiskan anak dan ayah pun perlu diperhatikan. Misalnya, bagaimana sikap ayah dalam menghabiskan waktu bersama anak, lalu bagaimana ayah menunjukkan kasih sayang, kepedulian, dan sikap suportif pada anak.

Sebab, Opondo dkk. (2016) dalam artikel “Father involvement in early child-rearing and behavioural outcomes in their pre-adolescent children” di jurnal BMJ Open mengungkapkan aspek psikologis dan emosional dalam keterlibatan ayah berdampak lebih besar pada tumbuh-kembang anak.

Alhasil, menurut Allport dkk. (2018) dalam artikel “Promoting Father Involvement for Child and Family Health” di jurnal Academic Pediatrics, kehadiran dan peran ayah yang berkualitas akan meningkatkan kemampuan kognisi dan kondisi kesehatan mental anak.

Kementerian PPPA juga menyebutkan keterlibatan ayah berdampak positif terhadap anak, yakni anak akan tumbuh dewasa dengan kematangan psikologis yang sesuai dengan usia biologisnya. Ini berguna dalam penyelesaian masalah yang dihadapi anak di masa depan. 

Selain itu, kebiasaan ayah menghabiskan waktu bersama anak merupakan bentuk dukungan bagi ibu, yang memang masih lebih banyak mengurus anak dan rumah tangga. Opondo dkk. menambahkan, hal itu pun bisa mengurangi depresi yang dirasakan para ibu.

Dengan begitu, kehadiran ayah secara fisik dan emosional dalam hidup anak dan keluarganya justru mewujudkan keluarga ideal itu sendiri.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira