Advertisement
Advertisement
Analisis | Efektifkah TikTok Merebut Suara Pemilih Muda di Pemilu 2024? Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Efektifkah TikTok Merebut Suara Pemilih Muda di Pemilu 2024?

Foto: Joshua Siringo ringo/ Ilustrasi/ Katadata
TikTok berpotensi digunakan partai politik dan calon presiden untuk merebut suara pemilih muda pada Pemilu 2024. Indonesia merupakan salah satu pengguna terbesar aplikasi video pendek tersebut. Algoritmanya yang unik memungkinkan informasi yang ditayangkan tersebar ke banyak akun tanpa harus menjadi pengikut. Hal ini juga menerbitkan kekhawatiran TikTok menjadi alat propaganda seperti yang terjadi pada Pemilu di Filipina.
Vika Azkiya Dihni
23 Mei 2023, 10.57
Button AI Summarize

Kendati demikian, banyaknya pengikut tidak menentukan jumlah pemilih muda terhadap parpol. Ini terlihat dari survei Indikator Politik yang membagi demografi pemilih berdasarkan kelompok usia. 

PKS misalnya, yang memiliki jumlah pengikut TikTok terbanyak, tetapi memiliki elektabilitas yang lebih rendah di kalangan anak muda dibandingkan PDIP dan Gerindra yang pengikutnya lebih sedikit.

Sementara itu, Partai Gerindra yang menjangkau penayangan dan kesukaan TikTok lebih banyak memiliki elektabilitas tertinggi di kalangan anak muda. Dari survei tersebut, sebanyak 20,7% pada kelompok usia di bawah 21 tahun dan 19,8% di rentang usia 22-25 tahun. 

Ini artinya, kesukaan warga TikTok terhadap konten yang dihasilkan parpol menentukan elektabilitas parpol di pemilih muda tersebut meningkat. Meskipun tidak semua parpol memiliki pola yang sama.

Cukup banyak konten TikTok dari partai politik yang diidentifikasi sebagai upaya partai untuk mencuri perhatian anak muda, sekaligus mengampanyekan tokoh yang menjadi kandidat kuat calon presiden. Akun resmi Dewan Pengurus Pusat (DPP) PDI-P beberapa kali menampilkan video program maupun prestasi Ganjar Pranowo, calon presiden yang diusungnya.

Akun resmi PKS, beberapa kali membuat konten politik yang dikemas menjadi hiburan sehingga bisa menjadi daya tarik anak muda. Selain kampanye partai, mereka juga mengenalkan capres dan beberapa caleg dari PKS.

Begitu pula konten Partai Gerindra yang aktif menampilkan citra positif Prabowo Subianto, ketua umum sekaligus capres yang diusungnya. 

TikTok memang menjadi salah satu media yang diutamakan atau diprioritaskan oleh partai politik maupun politisi sebagai bagian dari sosialisasi atau kampanye politik. Hal ini seperti yang disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin kepada Katadata.co.id, Jumat, 19 Mei 2023.

“TikTok menjadi media yang banyak digandrungi oleh politisi maupun partai membuat konten untuk menyampaikan ide maupun kampanye, dan di saat yang sama digemari oleh anak muda,” kata Ujang. 

“Mereka tahu di Pemilu 2024, banyak pemilih muda Gen Z dan Milenial, maka mereka menyasar ke TikTok.”

Ancaman TikTok sebagai Propaganda Politik

Bukan sekadar memiliki potensi untuk meraih dukungan, TikTok juga bisa disalahgunakan sebagai alat propaganda. 

“Pemilu itu perang adu kekuatan untuk mendapatkan simpati dan dukungan rakyat. Di situlah mulai ada propaganda itu muncul,” kata Ujang.

Berkaca pada pemilu Filipina pada 2022, kemenangan Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr sebagai presiden mengejutkan banyak pihak. Dinasti Marcos sebelumnya telah digulingkan dalam demonstrasi besar pada 1986 atas tuduhan korupsi, pelanggaran HAM, hingga kepemimpinan yang diktator selama dua dekade. 

Para pemilih terjebak dalam narasi kubu pro-Marcos di media sosial, termasuk di TikTok mengenai masa keemasan kepemimpinan Marcos tanpa melihat rekam jejak sebelumnya. Pemilu di Filipina ini menjadi salah satu contoh TikTok sebagai alat propaganda yang ampuh.

Tidak seperti media sosial yang lain, video pendek di TikTok mampu menarik perhatian pengguna dan halaman FYP memungkinkan propagandis dapat menjangkau publik yang lebih luas. 

Algoritma TikTok yang dirancang menampilkan konten berdasarkan minat pengguna itu juga semakin memperkuat kepercayaan mereka terkait konten yang mereka konsumsi.

Para pengguna TikTok sebaiknya bisa menyaring konten politik yang dilihatnya. Apa yang terlihat di TikTok bisa jadi hanya citra semata, tetapi tidak berbanding lurus dengan dunia nyata seorang politisi maupun sikap partai politik.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira