Advertisement
Advertisement
Analisis | Di Balik Alarm Bahaya Wabah Polio di Indonesia - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Di Balik Alarm Bahaya Wabah Polio di Indonesia

Foto: Ilustrasi/ Katadata/ Bintan Insani
Sejumlah kejadian polio yang menyerang anak-anak merebak di sejumlah daerah. Indonesia menjadi salah satu negara dengan penderita polio aktif di dunia. Padahal WHO telah menyematkan Indonesia bebas dari penyakit yang menyebabkan lumpuh layu tersebut delapan tahun lalu. Mengapa penyakit ini muncul kembali?
Author's Photo
20 Januari 2024, 07.55
Button AI Summarize

Alarm Kejadian Luar Biasa (KLB) polio aktif di sejumlah provinsi di Indonesia, yaitu Aceh, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Aceh merupakan provinsi pertama yang menyalakan alarm tersebut pada 2022 karena ditemukan satu kasus polio tipe 2 di Kabupaten Pidie, Aceh.

Kasus ini merupakan outbreak pertama setelah delapan tahun Indonesia ditetapkan sebagai negara bebas polio oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Setelah temuan tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada anak di bawah lima tahun yang tinggal di sekitar kasus polio pertama. 

Hasilnya ditemukan tiga anak positif virus polio tipe 2 tanpa gejala lumpuh layu. Hingga 2023, Kemenkes menyebutkan ada empat kasus polio yang ditemukan tanpa gejala kelumpuhan di Kabupaten Pidie, Aceh. 

Pidie bukan satu-satunya kabupaten penyumbang polio di Aceh. Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bireuen masing-masing menyumbang satu kasus polio tipe 2 dengan gejala kelumpuhan yang terkuak pada awal 2023. 

Menjelang akhir 2023, sejumlah kasus ditemukan di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah; Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sampang di Jawa Timur. KLB polio ditetapkan pada daerah-daerah ini, termasuk di Kabupaten Purwakarta yang pada Februari 2023 menyumbang total delapan kasus. 

Pintu Masuk Penyebaran Polio

Menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu, polio kembali menjangkiti sejumlah wilayah di Indonesia salah satunya karena cakupan imunisasi yang rendah. “Virus polio ini menular dan dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, terutama pada anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi polio lengkap,” kata dia pada Jumat, 12 Januari 2024.

Maxi menjelaskan, perlindungan dengan imunisasi akan optimal melalui pemberian empat dosis vaksin tetes polio, yaitu dua kali secara oral atau disebut oral polio vaccine (OPV) dan dua dosis vaksin suntik polio berisi inactivated poliovirus vaccine (IPV). 

WHO memberikan rekomendasi cakupan imunisasi ideal agar dapat memberikan perlindungan optimum dari polio adalah minimal 95%. Persoalannya, cakupan vaksinasi di Indonesia belum mencapai 95%. 

Mengutip data Indikator Kesehatan Badan Pusat Statistik (BPS), cakupan vaksinasi dasar Indonesia sejak 2019 belum melebihi angka 90%. Khusus pada indikator imunisasi polio pada balita, cakupan balita yang pernah mendapatkan imunisasi polio pada 2019 berada di angka 88,51%. Pada 2020 jumlahnya meningkat di angka 89,16% dan turun pada 2021 sebesar 88,12%, kemudian turun lagi menjadi 83,9%.

Menurut data Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2022, Aceh merupakan provinsi dengan cakupan imunisasi dasar lengkap untuk anak usia 12-23 bulan terendah di Indonesia sepanjang 2020-2022. Sedangkan Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Lampung, Bangka Belitung merupakan lima provinsi dengan cakupan imunisasi dasar lengkap tertinggi di Indonesia. 

Sedangkan cakupan di Jawa Tengah pada 2022 sebesar 73,89% turun dari tahun sebelumnya sebesar 76,5%. Pada 2020, Jawa Tengah menjadi provinsi dengan cakupan tertinggi ketiga di Indonesia setelah DI Yogyakarta dengan angka 73,72%.

Berbeda dengan Jawa Timur yang memiliki cakupan imunisasi dasar lengkap untuk anak usia 12-23 bulan sebesar 66,12% pada 2020. Pada 2021 jumlahnya meningkat menjadi 69,74% dan meningkat lagi pada 2022 menjadi 75,29%.

Sedangkan menurut Laporan Kinerja Direktorat Pengelolaan Imunisasi 2022, cakupan imunisasi dasar lengkap untuk bayi usia 0-11 bulan pernah jauh mencapai target pada 2020 dan 2021, dengan angka masing-masing 84,2% dan 84,5%. 

Imunisasi dasar untuk bayi berusia 0-11 bulan mencakup imunisasi Hepatitis B (HB-0) pada bayi baru lahir, BCG dan Polio 1 pada bayi usia 1 bulan, DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2 pada bayi usia 2 bulan, DPT-HB-Hib 2 dan Polio 3 pada bayi usia 3 bulan, DPT-HB-Hib 3, Polio 4 dan IPV atau Polio suntik pada bayi usia 4 bulan, dan usia 9 bulan diberikan imunisasi campak atau MR.

Tren penurunan kinerja serupa terlihat pula dalam cakupan imunisasi lanjutan untuk anak usia 12-24 bulan. Pada 2020 dan 2021, capaiannya turun di angka masing-masing sebesar 65,5% dan 58,9%. 

Menurut laporan tersebut, pandemi Covid-19 menjadi salah satu tantangan terbesar. “Sebagian besar kegiatan dan pelayanan terhambat dan tidak berjalan karena adanya pembatasan sosial dan ketakutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan,” tulis laporan tersebut. 

Selain itu, pemerintah juga memutuskan melakukan refocusing anggaran dan sumber daya manusia untuk mengendalikan Covid-19 yang menyebabkan pelayanan imunisasi terhambat. 

Namun pada 2022, cakupan imunisasi dasar tercapai. Ini terlihat dari realisasi imunisasi dasar lengkap untuk bayi usia 0-11 bulan yang realisasinya sebesar 92,7% dari target 90%. Meski begitu, cakupannya masih di bawah 95%. 

Pemerintah berupaya menaikkan target cakupan imunisasi dasar lengkap menjadi 100% pada 2023 dan 2024. 

Halaman:

Editor: Dini Pramita


Button AI Summarize