Advertisement
Advertisement
Analisis | Di Balik Alarm Bahaya Wabah Polio di Indonesia Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Di Balik Alarm Bahaya Wabah Polio di Indonesia

Foto: Ilustrasi/ Katadata/ Bintan Insani
Sejumlah kejadian polio yang menyerang anak-anak merebak di sejumlah daerah. Indonesia menjadi salah satu negara dengan penderita polio aktif di dunia. Padahal WHO telah menyematkan Indonesia bebas dari penyakit yang menyebabkan lumpuh layu tersebut delapan tahun lalu. Mengapa penyakit ini muncul kembali?
Dini Pramita
20 Januari 2024, 07.55
Button AI Summarize

Ini diperlukan untuk memutus penularan penyakit menular pada anak seperti polio dan campak. 

Faktor Lain yang Mendorong Penularan

Pada kasus lumpuh layu akibat polio yang menimpa anak berinisial NH di Klaten, Jawa Tengah, diketahui anak tersebut sudah memiliki riwayat imunisasi polio tetes (OPV) sebanyak dua kali. Dalam kasus kelumpuhan anak berinisial MAF di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, anak tersebut diketahui memiliki riwayat imunisasi lengkap. Sedangkan dalam kasus anak berinisial MAM di Sampang, Jawa Timur, anak itu memiliki riwayat imunisasi polio tetes sebanyak empat kali dan polio suntik sebanyak satu kali. 

Maxi Rein Rondonuwu menjelaskan dalam kasus anak berinisial MAF yang memiliki riwayat imunisasi dasar lengkap, anak tersebut mengalami malnutrisi. Sedangkan kasus yang dialami anak di Klaten, disebabkan karena adanya riwayat perjalanan dari Sampang, Madura, Jawa Timur. 

Maxi mengatakan, dari sekitar 30 sampel anak sehat yang tidak menunjukkan gejala lumpuh layu di Sampang, sembilan di antaranya dinyatakan positif tertular polio tipe 2. “Artinya sudah ada sirkulasi di Sampang,” kata dia. 

Menurut laman Polio Eradication, inisiatif sejumlah lembaga seperti PBB, Unicef, Rotary International, CDC, Bill & Melinda Gates Foundation dan sejumlah lembaga lainnya, ada dua jenis virus polio yang saat ini beredar di dunia. Keduanya adalah virus polio liar atau wild poliovirus (WPV) dan virus vaksin yang bermutasi atau vaccine derived poliovirus (VDPV). 

Adapun virus polio memiliki tiga tipe berdasarkan jenis (strain) virus yaitu strain-1 (Brunhilde), strain-2 (Lansig), dan strain-3 (Leon). Polio yang kembali menerjang Indonesia berasal dari VDPV dengan tipe (strain) 2. 

Kasus polio yang berasal dari virus polio liar masih ditemukan di Pakistan, Afganistan dan Mozambik. Sedangkan kasus VDPV tipe 2 seperti yang ditemukan di Indonesia, banyak ditemukan di negara-negara Afrika seperti Republik Demokratik Kongo, Nigeria, Kamerun, Mali. Virus 

Maxi menjelaskan virus polio yang dilemahkan dalam vaksin bisa berada di dalam usus anak-anak dan keluar melalui tinja. Virus yang terdapat dalam tinja tersebut akan bertahan hidup selama beberapa waktu di permukaan tanah maupun air. 

Menurut Ketua Komnas Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Hinky Hindra Irawan Satari, apabila tinja tersebut tidak dikelola dengan baik, akan menciptakan lingkungan yang membuat virus berkembang dan bermutasi. “Jika terkena anak-anak yang tidak memiliki kekebalan, akan jadi sumber persemaian virus lagi,” kata dia. 

Virus itu juga dapat mengontaminasi air sebagai sumber minum sehingga dapat berpindah dan menginfeksi anak yang belum memiliki kekebalan dari polio yang optimal. Sebab itu, menurut dia, sanitasi yang baik dan perilaku hidup sehat-bersih menjadi hal krusial dalam memutus mata rantai penularan polio dan mencegah virus yang dilemahkan bermutasi.

Sejarah Polio di Indonesia

Untuk mengendalikan KLB Polio, Kemenkes mencanangkan Sub-Pekan Imunisasi Nasional (Sub PIN Polio) secara serentak mulai 15 Januari 2024. “Pemerintah bersama Komite Imunisasi Nasional telah memberikan rekomendasi untuk segera merespons KLB dengan memberikan imunisasi tambahan atau yang dikenal dengan Sub PIN Polio,” kata Maxi. 

Adapun putaran kedua akan berlangsung mulai 19 Februari 2024. Dia menjelaskan masing-masing putaran akan dilaksanakan dalam waktu satu pekan. 

Wilayah pemberian imunisasi tambahan adalah seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur yang merupakan lokasi terjadinya KLB polio. Pemberian imunisasi tambahan juga dilakukan di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, karena merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Sub PIN Polio ini menargetkan anak berusia 0-7 tahun tanpa memandang status imunisasi sebelumnya. “Target cakupan sekurang-kurangnya adalah 95% untuk masing-masing putaran dan merata di setiap tingkatkan, mulai dari desa, kecamatan, sampai kabupaten,” kata dia.

Dalam imunisasi ini, vaksin yang digunakan adalah vaksin generasi terbaru, yaitu Novel Oral Polio Vaksin tipe 2 atau nOPV2, yang diberikan sebanyak dua tetes dengan interval minimal satu bulan. 

Menurut WHO, virus polio liar asli Indonesia dinyatakan menghilang sejak 1996. Tetapi pada 2005, ditemukan satu kasus polio di Kecamatan Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat. Jumlahnya merebak menjadi 205 kasus di 47 kabupaten/kota di 10 provinsi sampai 2006.

Berdasarkan arsip Koran Tempo 9 Mei 2005, sebanyak empat kasus di Cidahu dipastikan positif polio dari virus liar. Padahal, Indonesia dinyatakan sudah tidak menjadi wilayah endemik polio sejak 1995. 

Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan saat itu, Umar Fahmi Ahmadi, mengatakan besar kemungkinan virus liar tersebut terbawa dari Afrika atau Timur Tengah yang masih belum bebas dari virus liar polio. Tingginya hubungan penduduk Indonesia dengan warga dari dua kawasan itu menyebabkan penularan terjadi. 

Penyebaran dari virus polio liar terakhir terjadi pada 2006 di Aceh. Untuk mengatasi polio tersebut, pemerintah melakukan Outbreak Response Immunization (ORI), dua kali mop-up, lima kali PIN, dan dua kali sub-PIN. Pada 2014, WHO menyatakan Indonesia sudah bebas polio.

Halaman:

Editor: Dini Pramita