Advertisement
Advertisement
Analisis | Mengapa Banyak Caleg Asal Jakarta Mencalonkan Diri di Luar Domisilinya? Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Mengapa Banyak Caleg Asal Jakarta Mencalonkan Diri di Luar Domisilinya?

Foto: Katadata/ Bintan Insani/ AI
Data KPU mencatat sekitar 20% calon legislatif (caleg) asal Jakarta yang bertarung di daerah pemilihan (dapil) di luar domisilinya pada Pemilu 2024. Masih tergantung pada figur dan kurang kaderisasi menyebabkan partai mengandalkan caleg dari Jakarta.
Reza Pahlevi
25 April 2024, 14.37
Button AI Summarize

Manajer Survei KIC, Satria Triputra mengatakan mayoritas responden lebih memperhatikan kinerja, rekam jejak, visi-misi, dan program caleg ketika harus memilih. “Pemilih lebih condong pada aspek-aspek yang bersifat substansial pada tugas-tugas seorang anggota DPR RI,” kata Satria pada Maret 2024.

Hasil survei menunjukkan sebanyak 84,6% responden melihat rekam jejak, kemudian 82,8% visi-misi dan program, dan  64,3% karakter personalnya. Agama menjadi faktor yang lebih penting sebesar 46,5% ketimbang domisili yang hanya 15%.

Masyarakat juga tidak menganggap domisili caleg sebagai sesuatu yang merepresentasikan mereka. Survei menunjukkan, caleg dianggap menjadi representasi ketika mampu menyuarakan aspirasi masyarakat di satu daerah. Sebanyak 89% responden mengatakan hal ini.

Sentimen ini juga berlaku untuk anggota DPR yang sudah menjabat. Lebih dari setengah responden (51,2%) mengetahui fakta bahwa banyak anggota DPR yang berdomisili di Jakarta. Namun, kebanyakan tetap merasa terwakili oleh anggota DPR yang terpilih di dapilnya. Ada 49,4% yang merasa terwakili dan 12% merasa sangat terwakili anggota DPR yang mewakili dapilnya.

Satria mengatakan, mayoritas pemilih sebenarnya memiliki pandangan ideal mengenai caleg DPR. Apakah harus berasal dari dapil yang akan diwakili? Lalu apakah akan memilih caleg yang berdomisili di daerah pemilihan? Ini terlihat dari 76,4% responden yang menjawab “ya” untuk pertanyaan apakah caleg DPR seharusnya berdomisili di dapil tempat dia mencalonkan diri.

“Namun, yang perlu menjadi catatan adalah, kondisi tersebut terjadi ketika domisili menjadi faktor satu-satunya dan mengabaikan faktor lainnya,” kata Satria.

Dia melanjutkan, faktor domisili hanya menentukan ketika faktor-faktor lain dalam satu caleg dinilai seimbang oleh pemilih. Akan tetapi, ketika faktor rekam jejak, visi misi, karakter personal, kompetensi dan agama lebih unggul di salah satu caleg, maka caleg tersebut yang akan dipilih.

Partai Buruh, salah satu partai baru yang bersaing dalam Pemilu 2024, tidak menganggap caleg perlu berdomisili sesuai dapilnya. Pengolahan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan 71,2% caleg yang maju dari Partai Buruh berdomisili di luar dapil tempat mereka mencalonkan diri.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, ini karena kebanyakan anggotanya berstatus buruh outsourcing yang tidak berdomisili asli di dapil tempat mereka maju. Ini terutama ditemukan di daerah basis industri seperti Jawa Barat, Banten, dan Kepulauan Riau.

“Kami juga harus akui daerah yang tidak ada basis buruh, memang caleg-calegnya agak kesulitan. Misalnya di daerah Papua, kan memang serikat buruhnya sedikit,” kata Said kepada Katadata.co.id pada Sabtu, 6 April 2024.

Kaderisasi Memperkuat Representasi Daerah

Meskipun domisili bukan faktor penting bagi masyarakat dalam memilih, ini tidak berarti semua partai mengabaikannya dalam proses pencalegan. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) adalah partai yang masih mempertimbangkan domisili asli caleg. Walaupun itu bukan satu-satunya faktor. 

Berdasarkan data KPU, PKS hanya mengirim 54 caleg domisili Jakarta ke luar Jakarta. Ini jumlah terkecil di antara partai-partai yang mendapat kursi DPR di Pemilu 2024.

Tidak hanya itu, PKS juga memiliki caleg paling banyak yang domisilinya sesuai dengan provinsi dapil tempat mereka maju. Ada total 359 caleg PKS yang memiliki domisili sesuai dengan dapil tempatnya maju. NasDem berada di peringkat kedua dengan 328 caleg yang dapilnya sesuai dengan domisilinya.

Ketua Bidang Hubungan Masyarakat PKS Ahmad Mabruri Mei Akbari menjelaskan, proses penetapan caleg di PKS dimulai dari seleksi di unit terkecil partai, yaitu unit pembinaan anggota (UPA). Selanjutnya, dewan pengurus ranting (setingkat desa/kelurahan) menyaring nama-nama untuk direkomendasikan ke dewan pengurus cabang (setingkat kecamatan). Penyaringan ini dilakukan bertahap hingga ke dewan pengurus pusat (DPP).

“Proses ini membuat kami menyaring kader-kader yang memang sudah dibina partai, tidak semata-mata menjaring orang dari luar partai,” kata Mabruri saat ditemui Katadata.co.id di DPP PKS di Jakarta pada 22 April 2024.

Dia mengatakan, proses yang dimulai dari tingkat desa/kelurahan itu juga yang membuat persebaran caleg PKS lebih merata dan tidak didominasi caleg Jakarta. PKS percaya jika representasi masyarakat dapat dilakukan jika anggota legislatifnya dekat dengan dapil serta masalah-masalahnya.

Peneliti Center of Southeast Asian Studies Northern Illinois University, Kikue Hamayotsu dalam “The rise and fall of religious parties in Indonesia's electoral democracy” (2012) menyebut PKS memiliki peraturan yang mengikat, promosi kader berbasis merit, profesional, dan disiplin.

Berdasarkan AD/ART PKS, keanggotaan partai memiliki tujuh tingkatan mulai dari pemula, siaga, muda, pratama, madya, dewasa, dan utama. Anggota baru dapat langsung maju sebagai caleg, tetapi kepemimpinan struktural partai hanya terbatas untuk anggota madya ke atas. Kepemimpinan dalam struktur partai juga dilakukan bertahap mulai dari tingkat ranting.

Kikue juga menyoroti proses regenerasi yang berjalan di hampir seluruh tingkat partai, kecuali untuk beberapa nama di tingkat tertinggi partai. Ini terlihat dari presiden PKS yang diganti tiap lima tahun sekali. Ini membedakan PKS dengan partai yang mengandalkan figur seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan sosok Megawati Soekarnoputri dan Demokrat melalui sosok Susilo Bambang Yudhoyono.

Meski begitu, sistem ini tidak sepenuhnya sempurna. PKS masih memasukkan purnawirawan TNI-Polri dalam strukturnya tanpa kaderisasi bertahap. Pada 2024, ada 41 purnawirawan TNI-Polri tergabung dalam dewan pakar.

“Kami tidak menutup pintu untuk siapa saja yang ingin bergabung ke partai. Anggota baru juga tidak langsung mendapat posisi di struktur utama partai,” kata Mabruri.

Terlepas dari hal itu, tidak banyak partai yang memiliki sistem kaderisasi terstruktur seperti PKS. Kikue mengatakan, PKS meminta kadernya untuk membangun hubungan rutin dengan masyarakat setiap saat, tidak hanya saat pemilu.

“Tanpa jaringan kader yang juga berkontribusi di masyarakat, PKS tidak mungkin mendapatkan keunggulan politik seperti saat ini,” kata Kikue.

================

Ini adalah bagian kedua liputan khusus Katadata yang didukung Aliansi Jurnalis Independen (AJI) membahas dominasi caleg dan anggota DPR asal Jakarta di luar daerah pemilihan Jakarta.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira