Advertisement
Advertisement
Analisis | Peluang Indonesia Jadi Kekuatan Ekonomi Dunia Pasca-Pandemi - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Peluang Indonesia Jadi Kekuatan Ekonomi Dunia Pasca-Pandemi

Foto: Ilustrasi: Joshua Siringo Ringo/ Katadata
Indonesia perlu mengembalikan pertumbuhan ekonomi seperti kondisi sebelum pandemi. Jika mampu, McKinsey memprediksi Indonesia berpotensi menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia pada 2030.
Andrea Lidwina
5 Mei 2021, 15.41
Button AI Summarize

Indonesia berpeluang menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia pasca-pandemi Covid-19. Syaratnya, negara berpenduduk terbesar keempat dunia ini mampu segera mengembalikan laju pertumbuhan ekonomi ke kondisi sebelum pandemi.

McKinsey, institusi konsultan global, dalam analisis terbarunya memprediksi Indonesia menjadi negara dengan ekonomi terbesar ketujuh di dunia pada 2030. Posisinya naik 10 peringkat dibandingkan pada 2019. Artinya, Indonesia akan mengalahkan Italia, Rusia, dan Korea Selatan.

Tahun lalu, ketika pandemi sedang menggila, ekonomi tercatat mengalami kontraksi hingga 2,07%. Kini sejumlah lembaga memproyeksikan Indonesia akan kembali pulih dengan pertumbuhan positif.

Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,9% pada 2021 dan 5,4% pada 2022. Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi 4,3% dan 5,8%, sementara Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar 4,5% dan 5%.

Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi tersebut belum cukup untuk mencapai target 10 tahun mendatang. Menurut McKinsey, Indonesia harus menggenjot produktivitas dan persaingannya sehingga pertumbuhan ekonomi ada di kisaran 7% per tahun. Ada sejumlah perbaikan yang perlu dilakukan, terutama dalam membangun ketahanan ekonomi dan meningkatkan inovasi industri. 

Ketahanan Ekonomi

Pandemi Covid-19 membuktikan rentannya perekonomian dan rantai pasok global. Indonesia dapat meningkatkan ketahanan ekonominya dengan memperbaiki sistem kesehatan, pangan, dan pariwisata domestik.

Pertama, Indonesia perlu memperbaki infrastruktur kesehatan jangka panjang, untuk mencegah dampak buruk dari krisis kesehatan di masa depan. Hal ini mengingat pengeluaran kesehatan (current health expenditure/CHE) Indonesia termasuk yang terendah di Asia Tenggara. Pada 2018, CHE tercatat hanya US$ 111,7 per kapita, jauh dibandingkan Singapura sebesar US$ 2,824 per kapita.

Menurut McKinsey, perbaikan tersebut bisa dimulai dengan berinvestasi lebih besar pada dokter dan tenaga kesehatan, peralatan laboratorium, serta stok obat-obatan di fasilitas kesehatan. Kerja sama dengan swasta juga bisa meningkatkan jangkauan sistem kesehatan hingga pedesaan, salah satunya adopsi telemedicine.

“Pandemi telah mempercepat minat terhadap pendekatan ini. Penggunaan telemedicine meningkat 35% di Indonesia dan momentum ini harus dimanfaatkan,” tulis lembaga tersebut.

Kedua, data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menunjukkan nilai produksi pertanian Indonesia menempati peringkat lima tertinggi di dunia, dengan US$ 111,1 miliar pada 2018. Namun, ekspornya hanya di posisi ke-11 global, yakni US$ 36,1 miliar. Pandemi pun menyebabkan harga produk pertanian turun dan sulit mencari pembeli, sementara biaya produksi terus meningkat.

Karena itu, sektor pertanian perlu mengadopsi teknologi modern, antara lain pada sistem irigasi dan alat pelacakan pengiriman hasil panen untuk mengurangi pembusukan. McKinsey memperkirakan, penggunaan teknologi bisa menambah US$ 6,6 miliar per tahun—baik dari optimalisasi hasil panen serta efisiensi biaya produksi—terhadap perekonomian Indonesia.

E-commerce pun harus memperluas jangkauannya ke para petani di dalam negeri. Sebab, platform ini bisa membuka kesempatan ekonomi lebih besar bagi petani-petani tersebut.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira