Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat ramai dikritik masyarakat. Penyebabnya, dia membikin perubahan jam masuk sekolah menjadi pukul 05.00 WITA. Semula siswa setara sekolah menengah atas di provinsi itu masuk sekolah pada pukul 17.15 WITA.
Viktor ingin agar etos kerja siswa meningkat dan terciptalah pelajar-pelajar unggul dari NTT. Dia berambisi menjadikan sekolah di NTT masuk 200 sekolah unggul nasional.
"Anak itu harus dibiasakan bangun pukul 04.00 WITA, sehingga pukul 04.30 WITA sudah harus jalan ke sekolah. Sehingga pukul 05.00 WITA sudah harus di sekolah, supaya apa? Ikut etos kerja," ujar Viktor
Ambisinya tak salah, tapi mungkinkah caranya tepat?
Di Indonesia, rata-rata sekolah memulai jam belajar pada pukul 7 pagi. Pada 2009 Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto sempat mengeluarkan kebijakan serupa, meminta sekolah masuk pukul 06.30 WIB guna mengurai kemacetan Jakarta. Namun, hasilnya nihil.
Kita dapat melihat perbandingan manfaat menunda waktu belajar dari analisis ekonomi oleh RAND Corporation pada 2017. Peneliti mengungkapkan penundaan waktu belajar di sekolah justru memberi dampak positif terhadap perekonomian Amerika Serikat (AS).
Jika sekolah dimulai pukul 8.30 pagi, dua tahun setelah kebijakan berjalan peneliti memproyeksikan keuntungan ekonomi sebesar US$8,6 miliar setiap tahun.
Jumlah ini akan bertambah menjadi US$83 miliar pada sepuluh tahun kemudian, dan menjadi US$140 miliar setelah 15 tahun. Selama periode 15 tahun yang diproyeksikan oleh studi tersebut, keuntungan tahunan rata-rata bagi ekonomi AS sekitar US$$9,3 miliar setiap tahun.
Selain analisis ekonomi, penundaan waktu sekolah turut meningkatkan prestasi belajar anak, kesehatan mental dan fisik, serta mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas.
Dari sisi kesehatan, jam belajar di sekolah yang panjang dapat memangkas waktu tidur siswa. Saat kekurangan tidur, anak bisa mengalami beragam gangguan fisik dan hormonal.
Editor: Aria W. Yudhistira