Advertisement
Advertisement
Analisis | Jejak Dinasti Politik Keluarga Presiden dari Soekarno Hingga Jokowi - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Jejak Dinasti Politik Keluarga Presiden dari Soekarno Hingga Jokowi

Foto: Katadata/ Bintan Insani
Keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah persyaratan calon presiden dan calon wakil presiden membuka isu dinasti politik Presiden Joko Widodo (Jokowi). Meski bukan presiden pertama yang kerabatnya menduduki jabatan politik, dinasti Jokowi dapat menjadi preseden negatif. Kenapa?
Reza Pahlevi
20 Oktober 2023, 20.24
Button AI Summarize

Isu dinasti politik keluarga Presiden Joko Widodo menyeruak wacana publik. Isu ini semakin hangat setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan perubahan syarat pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Di undang-undang Pemilu, batas usia calon minimal 40 tahun, MK kemudian menambahkan frasa pernah atau sedang menduduki jabatan kepala daerah.

Perubahan tersebut membuka peluang Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Jokowi—panggilan akrab Presiden Joko Widodo—yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Surakarta. Meski baru berusia 36 tahun pada 1 Oktober lalu, dia dapat berkompetisi di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dengan persyaratan yang baru. 

Prabowo Subianto, capres dari Partai Gerindra, dikabarkan segera mengumumkan Gibran sebagai pendampingnya pada pilpres mendatang. Kabar ini menguatkan dugaan banyak pihak bahwa keputusan MK dibuat khusus untuk memuluskan jalan Gibran. 

Anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, juga mengikuti jejak ayah dan kakaknya. Dia ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada 25 September 2023. Penetapannya berselang dua hari dia bergabung dengan partai yang mengidentikkan diri dengan anak muda itu, meski tidak berpengalaman di dunia politik sebelumnya. 

Sementara putri Jokowi, Kahiyang Ayu tidak menempuh jalan politik. Namun suaminya, Bobby Nasution, terpilih sebagai Wali Kota Medan pada Pilkada 2020. 

Dengan anak-menantunya yang terjun ke dunia politik, Jokowi dinilai sedang membangun dinasti politik selama menjabat sebagai presiden. 

Jauh sebelumnya, Jokowi pada 2018 pernah mengatakan anak-anaknya tidak berminat berpolitik. Dia juga tidak pernah menyiapkan ketiga anaknya terjun di dunia politik. “Wong saya paksa untuk memegang pabrik saya saja pada nggak mau semuanya,” kata Jokowi pada 20 April 2018.

Dalam kurun setahun, pernyataan Jokowi berubah. Gibran menjadi kader PDI Perjuangan dan berniat maju sebagai calon wali kota Solo. Dia tidak menampik dirinya yang sempat antipolitik. Namun, pendiriannya berubah karena merasa anak muda harus terjun dalam politik untuk mengubah.

“Ini momennya anak muda untuk jadi penggerak, bukan jadi objek yang digerakkan,” kata Gibran dalam sebuah gelar wicara di Jakarta pada 10 November 2019.

Kentalnya aroma dinasti politik Jokowi semakin kuat lantaran Ketua MK Anwar Usman yang mengetok perubahan syarat capres/ cawapres adalah iparnya. Anwar menikah dengan Idayati, adik kandung Jokowi. Artinya, Anwar adalah paman Gibran.

Hendardi, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, mengatakan putusan MK memang ditujukan untuk mempermudah anak Jokowi melanjutkan kepemimpinan bapaknya. Putusan tersebut juga meneguhkan dinasti Jokowi dalam perpolitikan Indonesia.

“Tidak ada presiden yang sesibuk Jokowi dalam mempersiapkan penggantinya, kecuali Jokowi,” kata Hendardi dalam keterangan tertulis pada Senin, 16 Oktober 2023. (Baca juga: Politik Dinasti Kepala Daerah Milenial: Muda, Kaya Raya, dan Berkuasa)

Kenormalan Baru

“Dinasti politik adalah kenormalan baru dalam demokrasi Indonesia,” kata kandidat doktor ilmu politik Northwestern University, Yoes Kenawas dalam artikelnya di University of Melbourne pada 2020 lalu.

Yoes sudah meneliti dinasti politik Indonesia sejak 2013. Dia menemukan praktik ini lazim ditemukan di lembaga eksekutif tingkat daerah. Trennya pun terus meningkat.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira