Advertisement
Advertisement
Analisis | Mengapa Suara Pemilih NU dan Jawa Timur jadi Rebutan Capres? - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Mengapa Suara Pemilih NU dan Jawa Timur jadi Rebutan Capres?

Foto: Katadata/ Bintan Insani
Dua dari tiga cawapres Pemilu 2024 memiliki afiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan sama-sama berasal dari Jawa Timur. Mengapa NU dan Jawa Timur memiliki peran strategis bagi para capres untuk meraih kemenangan? Lalu bagaimana pengaruh tokoh untuk mengarahkan pilihan warga NU?
Leoni Susanto
28 Oktober 2023, 07.14
Button AI Summarize

Nahdlatul Ulama (NU) dan Jawa Timur memiliki peran strategis dalam percaturan politik menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. NU adalah organisasi Islam terbesar di tanah air. Menggarap suara NU artinya para calon presiden (capres) dan tim suksesnya perlu mengeksplorasi Jawa Timur.

NU memiliki basis pemilih loyal yang besar. Survei Alvara Research Institute pada 2016 mencatat sebanyak 50,3% penduduk muslim Indonesia mengaku NU. Artinya lebih dari separuh penduduk muslim mengakui dirinya terafiliasi dengan jaringan NU, baik struktural maupun kultural. 

Sementara Jawa Timur merupakan basis terbesar warga NU. Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebutkan jumlah pemilih di provinsi itu sebanyak 31,4 juta atau 15% dari total pemilih nasional. Jumlah ini hanya kalah dari Jawa Barat yang mencapai 35,7 juta pemilih (17% nasional). 

“Secara historis kelahiran tokoh-tokoh NU ada di sana. Secara teoritis, pasti populasi orang NU di Jawa Timur itu jauh lebih banyak dibandingkan wilayah lain di Indonesia,” kata Saiful Mujani, pendiri lembaga survei SMRC, dalam siaran di SMRC TV yang tayang pada 12 Oktober 2023. 

Posisi ini membuat peserta pemilu berlomba meraih tuah politik NU dan Jawa Timur. Jika berkaca dari Pilpres 2019, suara pemilih NU menjadi penentu kemenangan pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. 

Exit poll yang dilakukan Indikator Politik Indonesia menunjukkan 56% warga NU mengaku memilih Joko Widodo (Jokowi). Angka itu naik 12% dibandingkan pemilu sebelumnya. Soliditas NU memilih Jokowi, menurut Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, tidak lepas dari sosok Ma’ruf Amin yang merupakan Rais ‘Aam NU. 

Pentingnya suara dari Jawa Timur, menurut Indikator Politik Indonesia, terlihat dari para pemenang pilpres dari 2004 hingga 2019 adalah yang berhasil unggul di provinsi ini. Makanya, para kandidat perlu menyusun strategi untuk meraih suara Jawa Timur. Termasuk dengan menggandeng calon yang berasal dari kalangan nahdliyin. 

Dua dari tiga calon wakil presiden (cawapres) memiliki afiliasi dengan NU. Mahfud MD menjadi cawapres Ganjar Pranowo, sedangkan Muhaimin Iskandar digandeng Anies Baswedan. Keduanya pun sama-sama berasal dari Jawa Timur. Mahfud dari Sampang di Madura, Muhaimin dari Jombang. 

Selain Muhaimin dan Mahfud, beberapa tokoh NU yang pernah menjadi cawapres antara lain Salahuddin Wahid, Hasyim Muzadi, Hamzah Haz, Jusuf Kalla, hingga Ma’ruf Amin. 

Ke Mana Suara Warga NU Berlabuh?

Dalam beberapa survei yang dilakukan sejumlah lembaga, nama-nama tokoh NU selalu masuk dalam radar cawapres pilihan. Dari nama-nama yang beredar misalnya, pemilih Jawa Timur cenderung akan memilih cawapres yang memiliki afiliasi dengan NU. Erick Thohir, Khofifah Indar, dan Mahfud MD adalah tiga nama yang paling dipilih, menurut survei Indikator Politik Indonesia.

Sedangkan untuk capres, mayoritas masyarakat NU tetap memilih tiga nama yang beredar. Di tiga survei yang dilakukan lembaga berbeda dalam tiga bulan terakhir, Ganjar Pranowo masih menempati urutan pertama pilihan warga NU, diikuti Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan di urutan ketiga.

Terkait pilihan partai politik, survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan 31% pemilih Jawa Timur akan memilih PDIP. Disusul PKB (20,2%) dan Gerindra (12,1%). Mayoritas alasan memilih PDIP lantaran dinilai memiliki kandidat lebih baik dibandingkan partai lain dan memiliki pemimpin partai yang disukai. 

Sementara alasan memilih PKB karena mendukung agama dan organisasi keagamaan yang diikuti responden. Adapun Gerindra dipilih karena alasan suka pemimpin partainya. 

Prabowo Tidak Mempertimbangkan Suara NU?

Pada 22 Oktober lalu, capres Partai Gerindra Prabowo Subianto resmi mengumumkan Gibran Rakabuming Raka sebagai pendampingnya di Pilpres 2024. Gibran adalah putra sulung Presiden Joko Widodo yang saat ini menjabat wali kota Solo. Dirinya dapat maju menjadi cawapres meskipun usianya belum 40 tahun setelah Mahkamah Konstitusi mengubah persyaratan. 

Sebelumnya nama-nama yang santer masuk dalam radar cawapres Prabowo adalah Erick Thohir dan Khofifah Indar Parawansa. Keduanya memiliki basis pendukung dari kalangan nahdliyin.  

KH Musyaffak Fauzi, pengasuh Pondok Pesantren Mojosari, Nganjuk menilai Prabowo bakal kehilangan suara NU jika memilih Gibran sebagai cawapres. 

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira