IMF Ingatkan 3 Risiko Ekonomi Indonesia

Vika Azkiya Dihni
30 Maret 2022, 12:54

Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan ancaman risiko ekonomi global. Sekurangnya ada tiga ancaman yang dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia. 

Pertama, adanya ketidakpastian pandemi Covid-19. Berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia tengah dihadapkan pada persoalan ekonomi sulit akibat pandemi.

IMF menyatakan ketidakpastian pandemi ini dikarenakan tingkat vaksinasi yang masih rendah di sejumlah negara. Dilansir dari Our World in Data, belum semua negara berhasil melakukan vaksinasi Covid-19. 

Data per 28 Maret 2022 terlihat baru 64% populasi di dunia sudah menerima setidaknya satu dosis vaksin Covid-19, dan sekitar 58% penduduk dunia sudah vaksinasi lengkap.

Ini tentu menimbulkan risiko bahwa penanganan pandemi antar negara dan pemulihan ekonomi global ke depan tidak merata.

(Baca: Perang Rusia-Ukraina Bisa Mengerek Harga Mi Instan dan Gorengan)

Selain itu, adanya potensi munculnya varian virus baru juga turut menimbulkan ancaman. Kemunculan varian baru ini akan membuat fase pandemi berikutnya penuh dengan ketidakpastian.

Suatu varian baru diklasifikasikan sebagai variant of concern (VOC) oleh WHO jika terbukti memiliki salah satu kriteria seperti, peningkatan transmisi (lebih mudah menular), atau peningkatan virulensi (penyakit yang lebih parah), atau pengurangan efektivitas pengobatan, vaksin, dan diagnosis.

Saat ini ada 5 varian yang masuk sebagai variant of concern dan dipantau WHO, yaitu Alpha (B.1.1.7), Beta (B.1.351), Gamma (P.1), Delta (B.1.617.2), dan Omicron (B.1.1.529). Kelimanya dilaporkan memiliki turunan (subvarian) yang berpotensi menimbulkan gelombang baru.

IMF mengungkapkan ini akan berdampak salah satunya terkait dengan pengangguran dan kemiskinan di Indonesia yang berpotensi meningkat.

“Efek jaringan parut ekonomi yang lebih besar (misalnya, pengangguran struktural yang lebih tinggi dan kurangnya investasi yang terus-menerus), penurunan arus masuk modal, yang menyebabkan depresiasi mata uang dan kondisi kredit domestik yang lebih ketat, dan tingkat kemiskinan yang lebih tinggi,” tulis IMF dalam Article IV Consultation dikutip Rabu, 30 Maret 2022.

(Baca: Pandemi Covid-19 dalam Angka)

Maka dari itu, IMF memberikan rekomendasi kebijakan bagi Indonesia untuk meningkatkan alokasi belanja kesehatan dan perlindungan sosial, pelonggaran kebijakan makroprudensial dan moneter serta stabilitas nilai tukar yang fleksibel.

Kedua, adanya inflasi di Amerika Serikat dan Eropa. Kondisi ini mendorong bank sentral di negara maju tersebut mengetatkan sistem moneter diikuti dengan kenaikan suku Bunga bank sentral AS (The Fed) yang akhirnya bisa berpengaruh secara global, termasuk Indonesia.

Kondisi ini dapat mempengaruhi penurunan aliran modal asing ke pasar keuangan negara berkembang termasuk Indonesia yang menyebabkan pelemahan kurs rupiah.

Ketiga adalah perlambatan ekonomi Tiongkok. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun ini ditargetkan 5,5%, lebih rendah dari realisasi pada tahun 2021 yang mencapai 8,1%.

Perlambatan ekonomi Negara Tirai Bambu itu akan mempengaruhi ekspor Indonesia melemah. Hal tersebut kemudian akan berdampak pada ekonomi dalam negeri.

Seperti diketahui, Tiongkok merupakan pasar utama ekspor Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok mencapai US$ 53,8 miliar pada 2021. Porsinya tercatat sebesar 23% dari total ekspor tahun lalu. Angka ini bahkan naik 69,2% dari tahun sebelumnya.

"Dampaknya ke ekspor yang lebih lemah, berkurangnya aliran masuk FDI, meningkatnya ketidakpastian yang mengarah pada investasi yang lebih lemah," kata IMF.

IMF menyarankan fleksibilitas nilai tukar, mempercepat reformasi struktural, serta meningkatkan upaya liberalisasi perdagangan.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami